
IndonesiaVoice.com – Ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (12/2/2025) kembali menjadi panggung drama hukum yang mempertemukan dua kubu: Marthen Napang, Guru Besar Universitas Hasanuddin yang terjerat kasus pemalsuan dokumen, dan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang bersikukuh mendakwanya.
Sidang, Rabu, 12 Februari 2025, menjadi momen penting bagi Marthen Napang untuk mengajukan duplik, menangkis replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuduhnya menggunakan surat palsu untuk menipu Dr. John Palinggi sebesar Rp 950 juta.
Marthen Napang membacakan dupliknya. Ia menegaskan bahwa dakwaan JPU tidak memiliki dasar yang sah dan meyakinkan.
“Berdasarkan keseluruhan dalil duplik dan pledoi sebelumnya, saya tidak terbukti bersalah,” ujarnya.
Ia meminta majelis hakim membebaskannya dari segala tuduhan, memulihkan hak, kedudukan, dan martabatnya yang dinodai oleh kasus ini.
Sofyan Kasim, kuasa hukum Marthen Napang, turut membela kliennya. “Kami menolak semua dalil JPU dalam repliknya karena nyata-nyata bertentangan dengan nota pembelaan dan duplik ini,” tegas Sofyan. Ia mengulang argumen sebelumnya bahwa tuduhan pemalsuan dokumen tidak memiliki bukti yang kuat.
JPU Bantah Pembelaan Terdakwa
Sidang sebelumnya, Rabu, 5 Februari 2025, telah mempertajam konflik antara kedua belah pihak. JPU Tri Yanti Merlyn Christin Pardede, SH, dengan lantang membantah pledoi yang diajukan tim hukum Marthen Napang.
“Fakta-fakta di persidangan menunjukkan bahwa perbuatan terdakwa memenuhi unsur tindak pidana,” ujarnya.
JPU membeberkan kronologi kasus ini. Menurutnya, Marthen Napang bertemu John Palinggi di kantor Palinggi di Graha Mandiri, Jakarta Pusat. Saat itu, Marthen menunjukkan fotokopi putusan Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung (MA) sebanyak 12 lembar dan menyerahkan 4 lembar putusan yang diklaim sebagai produk resmi MA.
“Marthen Napang menggunakan dokumen tersebut untuk meyakinkan John Palinggi bahwa ia mampu menyelesaikan perkara hukum yang dihadapi Palinggi,” papar JPU.
Setelah berhasil meyakinkan korban, Marthen meminta Rp 950 juta untuk biaya operasional penanganan perkara. Uang tersebut dikirim ke beberapa rekening bank atas nama Elsa Novita, Sueb, dan Syahyudin.
JPU juga mengungkap bukti digital berupa email yang dikirim Marthen Napang dari akun pribadinya (marthennapang@gmail.com) ke John Palinggi (jnp_mediator@yahoo.com) pada 12 Juni 2017.
Email itu berisi putusan palsu bernomor 219.PK/PDT/2017. Padahal, menurut keterangan MA, putusan tersebut tidak pernah dikeluarkan.
Tim penasihat hukum Marthen Napang membantah semua tuduhan JPU. Mereka menyatakan bahwa transaksi antara Marthen dan John Palinggi adalah transaksi tidak sah secara hukum karena melibatkan uang untuk mengurus perkara. “Tidak ada dasar untuk menuntut Marthen Napang secara pidana maupun perdata,” tegas tim pembela.
Mereka juga mengajukan bukti absensi dan keterangan saksi yang menyatakan bahwa Marthen Napang tidak berada di Jakarta pada tanggal-tanggal yang disebutkan dalam dakwaan. “Marthen berada di Makassar saat kejadian,” klaim mereka.
Namun, JPU menolak pembelaan tersebut. Mereka menyatakan bahwa bukti-bukti, termasuk manifest penerbangan dan hasil pemeriksaan forensik digital, menunjukkan Marthen Napang memang berada di Jakarta pada tanggal-tanggal yang dimaksud.
“Email yang digunakan untuk mengirim putusan palsu juga terbukti berasal dari akun pribadi Marthen Napang,” tegas JPU.
Menanti Putusan Hakim
Kasus ini telah memasuki babak akhir. Marthen Napang, dengan dupliknya, berharap majelis hakim memutuskan pembebasan dirinya. Sementara JPU tetap pada tuntutan awal, meminta Marthen dihukum sesuai Pasal 263 Ayat (2) KUHP tentang penggunaan surat palsu dengan tuntutan 4 tahun penjara.
Di luar ruang sidang, publik menanti dengan penuh kecemasan. Apakah Marthen Napang akan terbukti oleh bukti-bukti digital yang tak terbantahkan? Jawabannya akan segera terungkap dalam putusan majelis hakim yang akan datang.
Sementara itu, kasus ini menjadi pengingat betapa rapuhnya sistem hukum kita ketika dokumen resmi bisa dipalsukan, dan kepercayaan bisa dengan mudah dikhianati. Di tengah hiruk-pikuk sidang, satu hal yang pasti: “kebenaran harus ditegakkan, siapapun pelakunya“.
Berita Terkait:
JPU Minta Hakim Tolak Pledoi Prof Marthen Napang, Ini Alasannya!
Jaksa Tuntut Empat Tahun Penjara Prof Marthen Napang Terkait Kasus Dugaan Pemalsuan Dokumen MA
Saksi Kolega Unhas Tegaskan Tidak Bertemu Marthen Napang pada 12 dan 13 Juni 2017
Ahli IT dan Forensik Ungkap Fakta Email Bukti di Sidang Terdakwa Marthen Napang
Saksi Maskapai dan Bank Ungkap Bukti Kuat Kasus Dugaan Penipuan dan Pemalsuan Prof Marthen Napang
Kesaksian Elsa Novita Bongkar Modus Pemalsuan dalam Sidang Terdakwa Marthen Napang
Saksi Pelapor Ungkap Fakta Baru dalam Sidang Kasus Penipuan Terdakwa Prof Dr Marthen Napang
Hakim Tolak Eksepsi Terdakwa Prof Marthen Napang Dalam Kasus Dugaan Pemalsuan Salinan Putusan MA
Saksi Kolega Unhas Tegaskan Tidak Bertemu Marthen Napang pada 12 dan 13 Juni 2017
Ahli IT dan Forensik Ungkap Fakta Email Bukti di Sidang Terdakwa Marthen Napang
Saksi Maskapai dan Bank Ungkap Bukti Kuat Kasus Dugaan Penipuan dan Pemalsuan Prof Marthen Napang
Kesaksian Elsa Novita Bongkar Modus Pemalsuan dalam Sidang Terdakwa Marthen Napang
Saksi Pelapor Ungkap Fakta Baru dalam Sidang Kasus Penipuan Terdakwa Prof Dr Marthen Napang
Hakim Tolak Eksepsi Terdakwa Prof Marthen Napang Dalam Kasus Dugaan Pemalsuan Salinan Putusan MA
Be the first to comment