IndonesiaVoice.com – Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan, penggelapan, dan pemalsuan salinan putusan Mahkamah Agung (MA) yang melibatkan terdakwa Prof. Marthen Napang kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (12/11/2024).
Pengacara terdakwa menghadirkan tiga saksi meringankan, termasuk Prof. Dr. Maskun, SH, LLM, kolega terdakwa yang juga seorang dosen di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH Unhas) di Makassar.
Diharapkan kesaksian Prof. Maskun dapat membantu memperkuat alibi terdakwa yang mengklaim tidak berada di Jakarta pada 12 dan 13 Juni 2017—dua tanggal yang dianggap krusial dalam kasus ini.
Namun, kesaksian Prof. Maskun, yang diharapkan bisa memperkuat alibi terdakwa, justru mengungkapkan ketidaktahuannya atas keberadaan Marthen Napang pada tanggal tersebut.
Kesaksian Keberadaan Marthen Napang pada Tanggal Krusial
Sidang ini semakin memanas setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suwarti, SH, MH, menyoroti kontradiksi dalam kesaksian Prof Maskun, terutama dalam menjelaskan apakah ia mengetahui keberadaan terdakwa pada tanggal 12 dan 13 Juni 2017 di Makassar.
Dalam sesi tanya-jawab, JPU meminta Prof Maskun memastikan apakah ia bertemu atau mengetahui keberadaan Terdakwa Marthen Napang pada tanggal-tanggal tersebut.
“Pada tanggal 12 dan 13 Juni 2017, saya tidak tahu di mana Prof Marthen Napang berada,” ungkap Maskun.
Ia juga menjelaskan bahwa meskipun keduanya adalah dosen di FH Unhas, jadwal pengajaran dan kegiatan akademik yang berbeda membuat mereka jarang berada di lokasi yang sama pada waktu yang sama.
“Kami para dosen memiliki jadwal dan tanggung jawab masing-masing, sehingga tidak selalu mungkin untuk berada di ruangan yang sama,” tambahnya.
Prof Maskun juga menekankan bahwa pernyataan saksi Lisa Merry, yang mengaku bertemu Marthen Napang di Makassar pada tanggal yang sama, tidak bisa ia konfirmasi. Menurutnya, ruang lingkup dan aktivitas dosen di kampus yang tersebar memungkinkan perbedaan pertemuan di antara sesama staf pengajar.
Mengungkap Aktivitas dan Profesi Marthen Napang di Luar Kampus
JPU Suwarti melanjutkan dengan menggali aktivitas Marthen Napang di luar profesi akademis. Maskun menerangkan bahwa sesuai dengan kewajiban Tri Dharma Perguruan Tinggi—pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat—Marthen Napang dapat menjalankan kegiatan pengabdian masyarakat yang mencakup penyuluhan dan konsultasi hukum.
Namun, karena statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Marthen Napang tidak diperbolehkan untuk terlibat dalam litigasi di pengadilan.
Ketika JPU menanyakan apakah Marthen Napang memiliki firma hukum atau terlibat dalam proses hukum di Jakarta, Maskun menyatakan ketidaktahuannya.
“Saya tidak mengetahui apakah Marthen Napang memiliki firma hukum atau pernah beracara di Jakarta,” jelasnya.
Hal ini membuka spekulasi apakah aktivitas Marthen di luar kampus pernah mencakup urusan hukum di luar Tri Dharma yang telah dijelaskan.
Seputar Kualifikasi dan Gelar Akademis
Sidang juga menyentuh perihal gelar akademis dan kualifikasi Marthen Napang. Maskun menyatakan bahwa pada tahun 2017, Marthen Napang masih bergelar doktor, dan belum memperoleh gelar profesor.
“Beliau memperoleh gelar profesor setelah tahun 2017. Saat itu beliau masih menyandang gelar doktor,” ujarnya.
JPU tampak menggali lebih dalam mengenai kualifikasi dan pengalaman akademis Marthen dalam bidang hukum pidana internasional, yang menjadi fokus pengajaran terdakwa di FH Unhas.
Hal ini relevan mengingat peran terdakwa dalam berbagai kasus dan konsultasi hukum, meskipun tak dijelaskan lebih lanjut dalam sidang apakah hal tersebut terkait kasus yang sedang disidangkan ini.
Dalam penutupan sesi tanya-jawab, JPU kembali mengajukan pertanyaan mengenai tanggal 14 Juni 2017, di mana Marthen Napang disebut berada di kampus Unhas Makassar.
Maskun mengonfirmasi bahwa memang pada tanggal tersebut (14 Juni 2017), Marthen Napang berada di Makassar. Namun, untuk tanggal 12 dan 13 Juni, ia dengan tegas menyatakan tidak tahu dan tidak dapat memberikan kesaksian lebih lanjut karena tidak mengetahui keberadaan terdakwa pada kedua tanggal tersebut.
“Saya tidak akan menjelaskan apa yang saya tidak tahu,” ujar Maskun sebagai jawaban akhir dalam kesaksiannya.
Dengan tidak adanya saksi langsung yang dapat memastikan keberadaan Marthen Napang di Makassar pada 12 dan 13 Juni 2017, upaya pengacara untuk membangun alibi terdakwa menjadi terbatas.
Sementara itu, saksi pelapor John Palinggi menyatakan dalam sidang sebelumnya bahwa pada tanggal-tanggal tersebut (12 dan 13 Juni 2024), terdakwa berada di kantornya di Graha Mandiri, Jakarta.
Berita Terkait:
Ahli IT dan Forensik Ungkap Fakta Email Bukti di Sidang Terdakwa Marthen Napang
Saksi Maskapai dan Bank Ungkap Bukti Kuat Kasus Dugaan Penipuan dan Pemalsuan Prof Marthen Napang
Kesaksian Elsa Novita Bongkar Modus Pemalsuan dalam Sidang Terdakwa Marthen Napang
Saksi Pelapor Ungkap Fakta Baru dalam Sidang Kasus Penipuan Terdakwa Prof Dr Marthen Napang
Hakim Tolak Eksepsi Terdakwa Prof Marthen Napang Dalam Kasus Dugaan Pemalsuan Salinan Putusan MA
Be the first to comment