IndonesiaVoice.com – Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan, penggelapan, dan pemalsuan dengan terdakwa Prof Dr. Marthen Napang, SH, MH, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa, 10 September 2024.
Saksi pelapor, Dr. John Palinggi, MM, MBA, juga kembali dihadirkan untuk memberikan kesaksian terkait salinan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menjadi bagian dari kasus ini.
Pengacara terdakwa, Sofyan Kasim, mengajukan sejumlah pertanyaan untuk menggali kronologi kejadian. Salah satu pertanyaan berfokus pada pernyataan John Palinggi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada 13 Juni 2017. Menurut BAP tersebut, John menghubungi Marthen Napang untuk menanyakan perkembangan Peninjauan Kembali (PK) di MA.
Merespon pertanyaan tersebut, John Palinggi mengaku mendapatkan jawaban dari Marthen bahwa semuanya aman dan akan segera diproses.
Sofyan kemudian menyoroti pertemuan pada 14 Juni 2017, ketika Marthen memperlihatkan ponsel yang menampilkan email terkait amar putusan PK. Ia menanyakan apakah ponsel tersebut diperlihatkan secara fisik.
“Ada diperlihatkan, nomor handphone juga ada,” jawab John Palinggi.
John juga mengungkap bahwa pada 9 Juni 2024, Marthen datang ke kantornya untuk menyampaikan bahwa berkas yang diajukan sedang ditangani. Marthen pun meminta dana operasional sebesar Rp50 juta, yang langsung ditransfer oleh John.
Hakim Tolak Eksepsi Terdakwa Prof Marthen Napang Dalam Kasus Dugaan Pemalsuan Salinan Putusan MA
Dugaan Penipuan Lewat Email
Dalam persidangan, Sofyan menanyakan email yang diduga dikirim terdakwa pada 13 Juni 2017, dan apakah isinya sama dengan yang diperlihatkan di ponsel.
John Palinggi pun menjelaskan bahwa meski ada bukti email dengan putusan Kasasi MA, isinya tidak sepenuhnya sesuai dengan apa yang ditampilkan Marthen.
Pengacara lainnya, Andreas Suman, juga mengajukan beberapa pertanyaan, termasuk kapan John pertama kali menerima email dari Marthen.
John menjawab bahwa email tersebut diterima sebelum 9 Juni 2024, setelah pertukaran kartu nama.
Andreas juga mempertanyakan apakah John Palinggi mengenal Febri, panitera MA yang disebutkan dalam kasus ini.
John Palinggi menegaskan bahwa ia tidak pernah mengenal Febri dan hanya mendapatkan informasi dari Marthen.
Awal Mula Perkenalan
Sebelumnya, dalam Sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Selasa, 3 September 2024, Saksi Pelapor, Dr John Palinggi, memberikan kesaksian yang rinci terkait awal mula perkenalannya dengan Marthen Napang pada Awal Mei tahun 2017.
“Marthen bersama dua koleganya, Anggia dan Pontas Pardede, datang ke kantor saya di Lantai 25 Graha Mandiri, Jalan Imam Bonjol Nomor 61, Jakarta Pusat, untuk bersilaturahmi dan meminta tolong untuk menggunakan ruangan kantor saya,” ujarnya di hadapan Majelis Hakim.
John Palinggi menyebutkan, fasilitas kantor tersebut akhirnya diberikan secara cuma-cuma, mencakup segala keperluan seperti alat tulis, komputer, dan meja kerja.
Gugatan Praperadilan Ditolak, Guru Besar Unhas Prof Dr Marthen Napang Diperpanjang Masa Tahanannya
Janji Manis dan Permintaan Uang
Pada 9 Juni 2017, Marthen dan Anggia mengunjungi kantor Palinggi kembali. “Mereka merasa tidak enak menggunakan fasilitas kantor secara gratis, dan menawarkan bantuan hukum jika ada perkara yang bisa mereka urus,” jelasnya.
Beberapa waktu kemudian, kasus perdata yang melibatkan orang tua angkat John Palinggi, Ir A Setiawan, sedang diproses di MA. Marthen Napang mengklaim bahwa kasus tersebut mudah diselesaikan berkat koneksinya di MA dan menunjukkan sejumlah putusan yang pernah ia menangkan.
Pada kesempatan itu, Marthen meminta uang sebesar Rp 50 juta untuk keperluan administrasi, yang ditransfer ke rekening Elsa Novita.
Permintaan Fee Pengacara
Tidak berhenti di sana, pada 12 Juni 2017, Marthen kembali meminta uang Rp 800 juta yang disebutnya sebagai “Fee Tim Pengacara” untuk mengurus kasus tersebut. Uang ini, kata John Palinggi, dipecah ke tiga rekening berbeda, masing-masing atas nama Elisa Novita, Suaeb, dan Sa’dudin.
“Marthen Napang kembali mendatangi kantornya dan meminta uang sebesar Rp 800 juta untuk fee tim pengacara. Permintaan ini dipecah menjadi tiga transfer terpisah: Rp 200 juta ke rekening atas nama Elisa Novita, Rp 300 juta ke rekening atas nama Suaeb, dan Rp 300 juta ke rekening atas nama Sa’dudin,” beber John.
Selama proses ini, John Palinggi terus menanyakan perkembangan kasus kepada Marthen Napang. Namun, janji-janji manis tersebut berujung pada dugaan penipuan dan pemalsuan putusan MA, yang kini menjadi inti dari persidangan ini.
Beberapa waktu kemudian, ia menerima email yang diduga dari Marthen Napang, berisi putusan MA yang memenangkan perkara Setiawan.
“Namun, setelah dicek ke staf MA, ternyata putusan tersebut justru ditolak, bukan dikabulkan,” ujar John Palinggi di hadapan hakim.
Merasa ditipu, John Palinggi melaporkan Marthen Napang ke Polda Metro Jaya pada Agustus 2017. Laporan tersebut menjadi dasar dari kasus yang akhirnya membuat Marthen Napang ditetapkan sebagai tersangka pada 4 Juni 2024, setelah proses hukum yang panjang dan sempat mandek.
Sidang ini diharapkan akan mengungkap lebih banyak fakta di sesi-sesi mendatang, dengan tuduhan penipuan, penggelapan, dan pemalsuan yang terus menjadi perhatian utama.
Be the first to comment