
IndonesiaVoice.com – Seratus hari pertama pemerintahan sering dianggap sebagai momen penentu bagi seorang pemimpin. Namun, bagi Pengamat Sosial dan Politik, Dr. John Palinggi, MM, MBA, konsep “100 hari” hanyalah konstruksi sosial yang tidak memiliki dasar aturan formal.
“Tidak ada kebiasaan apapun tentang 100 hari. Itu hanya keinginan masyarakat agar pemerintahan bergerak cepat seperti pabrik,” ujarnya ketika diwawancarai di ruangan kantornya yang tertata apik di dekat Kawasan Bundaran HI, Jumat (14/2/2025).
Namun, Ketua Harian Badan Interaksi Sosial Masyarakat (BISMA) ini menegaskan, mengurus negara tidak semudah mengurus RT atau RW. Tantangan yang dihadapi Presiden Prabowo Subianto, menurutnya, jauh lebih kompleks dan berat.
John Palinggi mengingatkan bahwa beban yang dipikul Prabowo bukanlah hal sepele.
“Ini bukan urusan kecil. Ada utang negara yang menumpuk, korupsi yang masih merajalela, dan warisan masalah ekonomi dari masa lalu,” tegas Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor Indonesia (DPP ARDIN).
John Palinggi yang merupakan Pemegang Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Business Travel Card ini menyoroti kasus kredit macet tahun 1998 yang mencapai 450 triliun rupiah, di mana hanya 139 triliun yang berhasil diselamatkan.
“Sisanya, 311 triliun, hilang begitu saja. Ini adalah beban yang harus kita tanggung hingga hari ini,” ujarnya.
Revisi Anggaran
Salah satu langkah paling kontroversial yang diambil pemerintahan Prabowo dalam 100 hari pertamanya adalah pemotongan anggaran sebesar 306,7 triliun rupiah.
Langkah ini menuai pro dan kontra. Bagi sebagian kalangan, ini adalah upaya efisiensi yang diperlukan untuk menyesuaikan dengan kemampuan keuangan negara.
Namun, bagi yang lain, langkah ini dianggap terlalu drastis dan berpotensi mengganggu program-program prioritas.
John Palinggi, Ketua Umum Asosiasi Mediator Indonesia (AMINDO), mendukung langkah ini dengan tegas. “Ini bukan sekadar pemotongan anggaran, tapi penyesuaian untuk mengarahkan dana ke program-program strategis. Kita tidak bisa terus menghambur-hamburkan uang rakyat,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa langkah ini sekaligus menjadi alat untuk menguji loyalitas para menteri dan pejabat di bawahnya.
“Siapa yang setia dan siapa yang membangkang, akan terlihat dari sini,” tambahnya.
Kritik dan Upaya Melemahkan Pemerintahan
Tidak bisa dipungkiri, pemerintahan Prabowo juga menghadapi gelombang kritik yang cukup keras. Beberapa kalangan bahkan menilai bahwa pemerintahan ini sudah gagal hanya dalam waktu tiga setengah bulan.
“Ini adalah upaya untuk melemahkan semangat dan citra pemerintahan,” ujar John Palinggi.
Ia menuding ada upaya sistematis untuk menciptakan instabilitas dan menggoyang kewibawaan presiden.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah pernyataan mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro, yang menyebut adanya “kegelapan” yang meliputi Indonesia.
Pernyataan ini langsung dibantah oleh John Palinggi. “Saya sangat menyesalkan pernyataan itu. Kita harus bersemangat, bukan malah menciptakan kegelapan,” tegasnya.
Loyalitas dan Rasa Hormat kepada Presiden
John Palinggi juga menyoroti pentingnya para menteri sebagai pembantu presiden, untuk setia dan rasa hormat serta taat pada perintah presiden. Ia juga menegaskan bahwa setiap menteri dan pejabat negara harus mengedepankan kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok.
“Kalau ada menteri yang tidak setia, itu adalah musuh dalam selimut,” ujarnya.
Ia juga mengkritik keras para dosen dan pegawai negeri yang kerap mencaci-maki presiden di media sosial.
“Kalau kamu dibayar negara, jangan munafik. Pilih saja, mau jadi dosen atau pengamat,” tegasnya.
Harapan ke Depan
Meski menghadapi berbagai tantangan, John Palinggi tetap optimis bahwa pemerintahan yang dipimpin Prabowo akan mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.
“Kita harus bertahap dan penuh perjuangan. Tidak ada yang instan dalam membangun negara,” ujarnya.
Ia juga meminta dukungan dan doa dari seluruh rakyat Indonesia. “Mari kita bersama-sama membangun negara ini dengan semangat persatuan dan gotong royong,” ajaknya.
Di tengah hiruk-pikuk kritik dan harapan, satu hal yang pasti: “Pemerintahan Prabowo masih memiliki jalan panjang untuk membuktikan diri”.
Tiga setengah bulan mungkin terlalu singkat untuk menilai, namun waktu akan menjadi saksi apakah langkah-langkah yang diambil saat ini akan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah.
(Victor)
Be the first to comment