IndonesiaVoice.com – Sidang dugaan kasus penipuan, penggelapan, dan pemalsuan yang melibatkan terdakwa Prof. Dr. Marthen Napang, SH, MH, kembali berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa, 17 September 2024.
Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi dari pihak penggugat, yaitu Rusdini, manajer keuangan di kantor Dr. John Palinggi.
Dalam kesaksiannya, Rusdini mengungkapkan bahwa dirinya bekerja di kantor John Palinggi sejak 1990-an, bermula sebagai sekretaris sebelum akhirnya menjabat sebagai manajer keuangan.
Ia bertanggung jawab mencatat semua kegiatan operasional kantor, termasuk transaksi finansial.
Ketika ditanya terkait transfer sejumlah Rp 800 juta pada 12 Juni 2017, Rusdini menjelaskan bahwa awalnya ia ditugaskan untuk melakukan transfer, namun karena jumlahnya cukup besar, tugas tersebut dilaksanakan langsung oleh John Palinggi.
Saksi Pelapor Ungkap Fakta Baru dalam Sidang Kasus Penipuan Terdakwa Prof Dr Marthen Napang
“Pak John Palinggi mentransfer Rp 800 juta kepada tiga rekening berbeda: Rp 200 juta ke rekening BCA atas nama Elisa Novita, Rp 300 juta ke rekening BNI atas nama Suaeb, dan Rp 300 juta ke rekening BCA atas nama Sa’dudin,” ujar Rusdini.
Menurutnya, nomor rekening tersebut diberikan oleh terdakwa Marthen Napang kepada John Palinggi. Meskipun tidak mengetahui tujuan transfer tersebut, Rusdini menegaskan bahwa transaksi ini tidak terkait dengan operasional kantor.
Ia juga menambahkan bahwa Marthen Napang memiliki ruang kerja di lantai yang sama dengan John Palinggi di Lantai 25, Graha Mandiri, Jakarta.
Sidang sempat memanas ketika pengacara terdakwa mempertanyakan keakuratan tanggal transfer uang sebesar Rp 100 juta yang tercatat dalam surat dakwaan pada 16 Juni 2017, sedangkan Rusdini meyakini bahwa uang tersebut diserahkan pada 14 Juni 2017.
Rusdini bersumpah bahwa ia mengetahui pasti tanggal transaksi itu. “Saya bersaksi atas sumpah, saya bertanggung jawab tidak hanya di sini tapi juga di akhirat. Yang tahu tanggal 14 Juni 2017 transfer uang 100 juta,” tegasnya.
Selain itu, Rusdini mengungkapkan adanya foto dokumentasi yang diambil di ruang meeting kantor Graha Mandiri Lantai 25, saat penyerahan uang antara John Palinggi dan Marthen Napang.
Foto tersebut, menurutnya, adalah bagian dari kebiasaan kantor untuk mendokumentasikan transaksi yang tidak terkait dengan operasional kantor.
Pada akhir persidangan, majelis hakim menegur pengacara terdakwa karena pertanyaan-pertanyaan yang dianggap cenderung menggiring opini dan membandingkan kesaksian Rusdini dengan saksi lainnya.
Ketika hakim bertanya kepada terdakwa Marthen Napang mengenai kesaksian tersebut, Napang dengan tegas menolak kebenaran pernyataan Rusdini.
Namun, Rusdini tetap pada keterangannya bahwa transfer uang memang terjadi sesuai dengan yang ia jelaskan.
Saksi Pelapor
Dalam sidang yang digelar pada Selasa, 3 September 2024, Saksi pelapor, Dr John Palinggi, memberikan kesaksian yang rinci terkait awal mula perkenalannya dengan Marthen Napang pada Awal Mei tahun 2017.
“Marthen bersama dua koleganya, Anggia dan Pontas Pardede, datang ke kantor saya di Lantai 25 Graha Mandiri, Jalan Imam Bonjol Nomor 61, Jakarta Pusat, untuk bersilaturahmi dan meminta tolong untuk menggunakan ruangan kantor saya,” ujarnya di hadapan Majelis Hakim.
John Palinggi menyebutkan, fasilitas kantor tersebut akhirnya diberikan secara cuma-cuma, mencakup segala keperluan seperti alat tulis, komputer, dan meja kerja.
Janji Manis dan Permintaan Uang
Pada 9 Juni 2017, Marthen dan Anggia mengunjungi kantor John Palinggi kembali.
“Mereka merasa tidak enak menggunakan fasilitas kantor secara gratis, dan menawarkan bantuan hukum jika ada perkara yang bisa mereka urus,” jelasnya.
Beberapa waktu kemudian, kasus perdata yang melibatkan orang tua angkat John Palinggi, Ir A Setiawan, sedang diproses di MA.
Marthen Napang mengklaim bahwa kasus tersebut mudah diselesaikan berkat koneksinya di MA dan menunjukkan sejumlah putusan yang pernah ia menangkan.
Pada kesempatan itu, Marthen meminta uang sebesar Rp 50 juta untuk keperluan administrasi, yang ditransfer ke rekening Elsa Novita.
Fee Pengacara
Tidak berhenti di sana, pada 12 Juni 2017, Marthen kembali meminta uang Rp 800 juta yang disebutnya sebagai “Fee Tim Pengacara” untuk mengurus kasus tersebut. Uang ini, kata John Palinggi, dipecah ke tiga rekening berbeda, masing-masing atas nama Elisa Novita, Suaeb, dan Sa’dudin.
“Marthen Napang kembali mendatangi kantornya dan meminta uang sebesar Rp 800 juta untuk fee tim pengacara. Permintaan ini dipecah menjadi tiga transfer terpisah: Rp 200 juta ke rekening atas nama Elisa Novita, Rp 300 juta ke rekening atas nama Suaeb, dan Rp 300 juta ke rekening atas nama Sa’dudin,” beber John.
Selama proses ini, John Palinggi terus menanyakan perkembangan kasus kepada Marthen Napang. Namun, janji-janji manis tersebut berujung pada dugaan penipuan dan pemalsuan putusan MA, yang kini menjadi inti dari persidangan ini.
Beberapa waktu kemudian, ia menerima email yang diduga dari Marthen Napang, berisi putusan MA yang memenangkan perkara Setiawan.
“Namun, setelah dicek ke staf MA, ternyata putusan tersebut justru ditolak, bukan dikabulkan,” ujar John Palinggi di hadapan hakim.
Merasa ditipu, John Palinggi melaporkan Marthen Napang ke Polda Metro Jaya pada Agustus 2017. Laporan tersebut menjadi dasar dari kasus yang akhirnya membuat Marthen Napang ditetapkan sebagai tersangka pada 4 Juni 2024, setelah proses hukum yang panjang dan sempat mandek.
Sidang ini akan berlanjut dengan pemanggilan saksi-saksi lainnya untuk mengungkap fakta lebih lanjut terkait dugaan penipuan, penggelapan, dan pemalsuan yang menyeret Marthen Napang ke meja hijau.(*)
Be the first to comment