IndonesiaVoice.com || Merawat kebhinekaan mesti dibangun oleh komitmen bersama dan kerjasama seluruh elemen bangsa. Demikian halnya, di tengah situasi sulit dalam kondisi pandemi Covid-19 yang hampir memasuki tahun kedua.
“Kita tidak saja yang perlu vaksin untuk kesehatan atas Covid-19. Tapi juga penting untuk mendahulukan dan memasukkan ‘vaksinasi’ ideologi kebangsaan. Yaitu melalui sosialisasi empat pilar MPR RI yang terus menerus untuk menumbuhkan kekebalan nilai-nilai kebangsaan anak-anak kita,” kata Ketua MPR H Bambang Soesatyo SE, MBA ketika memberikan Kuliah Umum dalam Penerimaan Mahasiswa Baru Universitas Trilogi secara virtual, Senin (6/9/2021).
Lebih lanjut Bambang Soesatyo mengemukakan dalam waktu sekitar satu setengah tahun terakhir hampir dua tahun ini demi covid telah membatasi berbagai aktivitas kehidupan, termasuk dunia pendidikan.
“Namun saya merasa bahagia sekaligus bangga bahwa pandemi pada hari ini tidak menjadi penghalang bagi Universitas Trilogi untuk tetap bekerja dan berkarya,” ujar dia.
Hal ini, menurut Bambang, dibuktikan berbagai prestasi yang telah dicapai oleh Universitas Trilogi sebagaimana disampaikan dalam laporan tahunan Universitas Trilogi Tahun 2020.
“Beberapa prestasi tersebut, antara lain, Universitas Trilogi meraih peringkat 30 perguruan tinggi swasta terbaik Se-DKI Jakarta dari total 309 perguruan tinggi swasta,” urai dia.
“Selanjutnya berdasarkan kinerja riset Universitas Trilogi juga berhasil meningkatkan status menjadi cluster utama dan mendapatkan penghargaan dari lembaga layanan pendidikan tinggi atau LLDikti Wilayah 3 sebagai perguruan tinggi terbaik kedua Provinsi DKI Jakarta berdasarkan persentase jumlah dosen yang memiliki jabatan fungsional akademik dan sertifikasi dosen terbanyak,” tambahnya.
Dengan berbagai raihan prestasi yang dicapai tersebut, Bambang yakin dan percaya Universitas Trilogi akan mampu mewujudkan visi kampus yaitu menjadi universitas yang inovatif, dengan mengembangkan technopreneur, kolaborasi dan kemandirian dalam sistem ekonomi berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
“Technopreneurship, kolaborasi dan kemandirian adalah tiga pilar fundamental untuk mewujudkan kampus yang berkualitas, maju dan berdaya saing,” papar dia.
Generasi Muda Pancasilais
Merujuk pada tema kuliah umum pada hari ini, Bambang sangat mengapresiasi langkah Universitas Trilogi untuk mengangkat tema mengenai Pancasila dan Kebhinekaan sebagai wujud kepedulian kampus untuk membangun wawasan kebangsaan di lingkungan pendidikan Universitas Trilogi.
Baca juga: PGI Minta Polisi Bersikap Adil Terkait Soal Penghinaan Agama
“Seperti kita ketahui bersama membangun Generasi Muda Pancasilais dan membuka kesadaran kebhinekaan merupakan dua kata kunci dan menjadi isu yang sangat esensial bagi generasi muda bangsa, khususnya para mahasiswa karena kepada mereka lah masa depan bangsa ini dipertaruhkan,” tuturnya.
Meski begitu, Bambang mengakui membangun generasi Pancasilais itu bukanlah pekerjaan instan dan mudah dilakukan. Seiring perjalanan kehidupan kebangsaan, Pancasila telah diuji dan ditempa oleh paradigma dinamika peradaban.
“Cara kita merawat dan mempertahankan nilai-nilai luhur Pancasila agar menjadi jati diri dan jiwa bangsa tentunya juga akan menuntut penyesuaian cara pandang dan pendekatan sehingga mampu berkontestasi dengan nilai-nilai dan paham-paham kontemporer yang hadir melalui gelombang kontinuitas zaman dan arus global,” jelasnya.
Derasnya arus globalisasi, menurut Bambang, telah menepiskan batas-batas teritorial membawa serta nilai-nilai asing tanpa filtrasi, yang meskipun perlahan namun pasti dirasakan mulai menggeser nilai-nilai kearifan lokal. Bahkan cenderung menegasikan nilai-nilai luhur Pancasila.
Bambang membeberkan rujukan dari berbagai publikasi hasil survei, antara lain, Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang mencatat bahwa dalam kurun waktu 13 tahun masyarakat yang pro Pancasila telah mengalami penurunan sekitar 10% dari 85,2% pada tahun 2005 menjadi 5,3% pada tahun 2018.
Lalu, Center for strategic and international studies (CSIS) juga mencatat sekitar 10% generasi muda milenial setuju mengganti Pancasila dengan ideologi yang lain.
Kemudian Survei Komunitas Pancasila Muda yang dilakukan pada akhir Mei 2020 mencatat hanya 61 persen responden yang masih yakin dan setuju bahwa Pancasila sangat penting dan masih relevan dengan kehidupan mereka. Sementara 19,5% diantaranya menganggap Pancasila hanya sekedar istilah yang tidak mereka pahami.
“Gambar di atas mengisyaratkan bahwa membangun generasi Pancasilais membutuhkan upaya yang serius dan membutuhkan keteguhan komitmen dari segenap pemangku kepentingan,” tegasnya.
Peran Strategis Perguruan Tinggi
Dalam kaitan ini, menurut Bambang, perguruan tinggi tentunya memiliki peran strategi sekaligus krusial dalam membentuk generasi muda bangsa yang tidak hanya kompeten dan terampil secara akademis namun juga punya memiliki karakter yang kuat berjiwa Pancasila dan berhati Indonesia. Aspek yang kedua adalah kesadaran kebhinekaan.
Baca juga: Banyak Warga Papua Tolak Vaksin, PGI Minta Ke Presiden Jokowi Agar Vaksinator bukan dari TNI/Polri
“Setiap kita harus menyadari bahwa bangsa Indonesia telah lahir dalam keberagaman, baik dari aspek budaya, agama, suku, golongan maupun latar belakang dan pandangan politik,” ujar dia.
“Heterogenitas telah menjadi fakta sejarah yang tidak bisa kita pungkiri. Juga tidak bisa anda abaikan. Oleh karenanya merawat dan memperjuangkan kemerdekaan dalam keberagaman adalah sebuah keniscayaan sekaligus sebuah tantangan,” imbuhnya.
Bambang mengutarakan kebhinekaan bukanlah warisan sejarah. Ataupun fakta sosiologi yang didapatkan dengan cuma-cuma. Tetapi sesuatu yang harus terus-menerus diperjuangkan. Kebhinekaan yang kaya akan keberagaman hanya bisa diwujudkan dengan kemampuan dalam pengelolaan kemajemukan tersebut.
Baca juga: Warga Keberatan Cat Pagar Merah Putih Ditengah Ekonomi Susah Karena Pandemi Covid
“Kegagalan kemajemukan dan ketidakpastian sebagian masyarakat untuk menerima kemajemukan tersebut, akan berpotensi mengakibatkan terjadinya gejolak sosial yang mereduksi semangat persatuan dan kesatuan bangsa, menemukan pemecahan dan melonggarkan ikatan kebangsaan kita,” tegas dia.
Lebih lanjut Bambang menuturkan tantangan mengelola kemajuan kemajemukan bukanlah hal yang mudah. Apalagi ketika menyentuh aspek-aspek yang bersifat sensitif.
“Tentu masih hangat dalam memori kolektif kita bahwa di era modern sekalipun di sebuah negara yang maju seperti Amerika persoalan rasisme masih menjadi noda dalam kehidupan demokrasi,” ujarnya.
Hadirnya Black Lives Matter pada akhir tahun 2019, jelas Bambang, adalah sebuah gerakan sosial yang memicu aksi para pemuda kulit hitam pada tahun 2020 kembali menyeruak pasca aksi kekerasan oknum aparat yang menyebabkan tewasnya George Floyd, pria kulit hitam lainnya.
Sikap rasis berlanjut menyebar luas. bahkan pada oknum aparat yang seharusnya menjadi pembela dan pelindung nilai-nilai demokrasi.
“Apa yang terjadi di Amerika adalah pembelajaran bagi kita bahwa merawat kebhinekaan khususnya dalam masyarakat dengan tingkat heterogenitas tinggi seperti Indonesia adalah sebuah proses yang tidak boleh berhenti pada satu titik,” pungkasnya.
Baca juga: Dating Palembangan Apresiasi Penuh Gerakan Lagu “Indonesia Raya”
Merawat kebhinekaan, menurut Bambang, harus menjadi upaya yang berkesinambungan agar senantiasa mengisi ruang publik, baik dalam lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat dan dalam setiap sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga tidak ada ruang bagi tumbuh dan berkembangnya paham-paham yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan.
“Merawat kebhinekaan juga harus dibangun oleh komitmen bersama dan menjadi kerja bersama seluruh elemen bangsa dalam situasi yang sulit ini ditengah pandemi covid. Kita tidak saja yang perlu vaksinasi kesehatan atas Covid-19. Tapi juga penting untuk mendahulukan dan memasukkan ‘vaksinasi’ ideologi kebangsaan melalui sosialisasi empat pilar MPR RI yang terus menerus kita tumbuh kembangkan untuk menumbuhkan kekebalan nilai-nilai kebangsaan anak-anak kita,” paparnya.
“Dalam konsepsi ini pendidikan wawasan kebangsaan di lingkungan perguruan tinggi harus mampu menghadirkan semangat Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan yang meniscayakan setiap anak bangsa untuk mawas diri atas kemajemukan bangsa, mengakui dan menghormati perbedaan yang ada, dan memperlakukan kebhinekaan sebagai kekayaan yang menyatukan, bukan perbedaan yang memisahkan,” lanjut dia.
Baca juga: RKUHP Jangan Diskriminasi Dan Dipakai Untuk Mengkriminalkan Perbedaan
Posisi Strategis Mahasiswa
Sebagai penutup, Bambang mengingatkan peran dan posisi strategis mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara baik sebagai generasi pembelajar, generasi pejuang dan sebagai agen perubahan.
Sebagai generasi pelajar ke potensi akademis dan kematangan pemikiran kalian sebagai insan cendikia diharapkan mampu membangun narasi kebangsaan mengenai pentingnya mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dan merawat kebhinekaan kita melalui metodologi-metodologi dan pendekatan atraktif dan inovatif yang bisa diterima oleh seluruh generasi muda bangsa.
“Sebagai generasi pejuang, kalian akan terus bergulir menghadapi tantangan zaman. Disinilah peran penting kalian untuk dapat menularkan semangat juang yang energik dan etos kerja yang penuh optimisme dalam menghadapi berbagai tantangan kebangsaan,” ucap dia.
“Sebagai agen perubahan, idealisme dan daya dobrak kalian kiranya diharapkan mampu membangun kesadaran dan menemukan komitmen dan meneguhkan tekad masyarakat untuk selalu mempertahankan Pancasila sebagai pandangan hidup dan ideologi dan semangat kebhinekaan sebagai ikatan kebangsaan,” tandas Bambang.
(VIC)
Be the first to comment