Dukung Ganjar-Mahfud, Cak Lontong Alami Intoleransi Politik, ‘Dihukum’ Pembatalan Job 

Dukung Ganjar-Mahfud, Cak Lontong Alami Intoleransi Politik, 'Dihukum' Pembatalan Job
Cak Lontong

IndonesiaVoice.com – Lies Hartono—atau lebih akrab disapa Cak Lontong—terbiasa menghadirkan gelak tawa. Namun, kali ini, yang ia rasakan bukanlah tawa, melainkan getir. 

Di sebuah ruang virtual, dalam program Ruang Sahabat milik Mahfud MD, suaranya pecah saat menceritakan bagaimana dukungan politiknya mengeringkan sumber penghidupannya.

“Semua pekerjaan saya dibatalkan dalam seminggu,” ujarnya, Sabtu (29/3/2025), dengan nada datar yang justru menyimpan luka.

Sejak ia berdiri di depan Komisi Pemilihan Umum (KPU), mengantarkan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD sebagai calon presiden dan wakilnya, pintu-pintu pertunjukan mulai tertutup. 

Baca juga: Mereka Datang untuk Mengabdi, Tapi Justru Dibantai: Tragedi di Yahukimo


Bukan hanya janji yang menguap, melainkan juga deposit yang sudah dibayarkan. 

“Mereka yang sudah memberi DP pun membatalkan,” katanya, seolah tak percaya bahwa pilihan suaranya bisa semahal itu.

DP yang Tertinggal dan Ironi Demokrasi

Dalam candaannya yang khas, Cak Lontong mencoba meringankan beban. 

“Syukurlah, DP-nya tidak dikembalikan. Jadi, masih ada yang bisa dipegang,” ucapnya, tersenyum getir. 

Baca juga: Batak Center Gelar Memorial Lecture 180 Tahun Raja Sisingamangaraja XII, Nyalakan Kembali Api Perjuangan di Tengah Perubahan Zaman


Tapi di balik itu, ada pertanyaan besar: “bagaimana mungkin sebuah hak konstitusional—hak memilih—justru menjadi bumerang bagi seorang warga negara?

“Saya merasa aneh,” aku pria yang karirnya dibangun dari kelucuan ini. “Suara saya dilindungi undang-undang, tapi justru membuat saya dimusuhi.”

Ia tak menyangka bahwa politik, yang seharusnya dijalankan dengan kepala dingin, justru dipenuhi dendam kesumat. 

“Ini tidak profesional,” ujarnya. “Politik seharusnya tentang kepentingan, bukan perasaan.”

Baca juga: Selami Potensi Andaliman, Kolaborasi PT ST Morita Farma dan BRIN Buka Pintu Inovasi Baru dalam Kesehatan dan Kecantikan


Subjektivitas yang Menghakimi

Dalam dunia stand-up comedy, Cak Lontong dikenal dengan guyonan absurdnya yang memancing tawa tanpa menyakiti. 

Tapi di luar panggung, ia justru menjadi korban dari sesuatu yang jauh dari absurd: “intoleransi politik”.

“Politikus bilang tidak ada teman atau lawan abadi, hanya kepentingan. Tapi di lapangan, masih banyak yang subyektif,” katanya.

Yang terjadi padanya adalah cermin dari sebuah penyakit demokrasi: “ketika perbedaan pilihan dianggap sebagai pengkhianatan. Ketika kontrak kerja bisa diputus hanya karena warna politik. Ketika tawa—yang seharusnya mempersatukan—ternyata tak cukup kuat melawan polarisasi”.

Baca juga: Demi Provinsi Tapanuli, JS Simatupang Ajak Perantau Bantu Sukseskan Pemekaran, Ini Solusinya


Tetap Berdiri di Tengah Runtuhnya Panggung

Meski pekerjaannya menyusut, Cak Lontong tak menyesal. Baginya, mendukung Ganjar-Mahfud adalah pilihan hati nurani. 

Tapi ia ingin semua orang sadar: “demokrasi tak akan sehat jika setiap pilihan harus dibayar dengan harga yang mahal”.

“Saya hanya komedian,” katanya. “Tapi saya juga warga negara.”

Dan di negeri ini, ternyata, menjadi warga negara yang bebas memilih kadang lebih sulit daripada membuat orang tertawa.

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan