Laut Mengejar, Daratan Menyusut, 2000 Pulau Akan Hilang: Nasib Indonesia di Laporan PBB

Laut Mengejar, Daratan Menyusut, 2000 Pulau Akan Hilang: Nasib Indonesia di Laporan PBB
Laut Mengejar, Daratan Menyusut, 2000 Pulau Akan Hilang: Nasib Indonesia di Laporan PBB

IndonesiaVoice.com – Di suatu pagi di pesisir utara Jawa, nelayan-nelayan tua sudah tak lagi bisa mengenali garis pantai masa kecil mereka. 

Air laut yang dulu berhenti di batas pohon kelapa, kini merayap jauh ke daratan, menggerogoti rumah-rumah dan memaksa anak-cucu mereka mengungsi. 

Ini bukan lagi sekadar ombak—ini adalah pesan dari bumi yang sedang marah.

Laporan terbaru Badan Meteorologi Dunia (WMO) State of the Climate in Asia 2023 mengonfirmasi apa yang sudah lama dirasakan warga pesisir: “Asia, termasuk Indonesia, sedang memanas lebih cepat daripada rata-rata dunia”. 

Baca juga: Dukung Ganjar-Mahfud, Cak Lontong Alami Intoleransi Politik, ‘Dihukum’ Pembatalan Job 


Sejak 1961, benua ini menghangat hampir dua kali lipat kecepatan global. 

“Kesimpulan dari laporan ini sangat menyadarkan kita,” ujar Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo, dengan nada yang tak bisa menyembunyikan kegentingan.

2023: Tahun Terpanas, Bencana Terganas

Tahun lalu, Asia tercatat sebagai medan pertempuran antara manusia dan iklim yang kian tak bersahabat. 

Dari gelombang panas yang membakar ladang di India hingga banjir bandang yang menyapu permukiman di China, bencana hidrometeorologi—yang dipicu oleh cuaca—menyumbang 79 peristiwa ekstrem. 

Baca juga: 1.644 Tewas! Gempa M7.7 Hancurkan 50 Masjid di Myanmar Saat Persiapan Idul Fitri


Lebih dari 80%-nya adalah banjir dan badai, merenggut 2.000 nyawa dan menggusur sembilan juta orang.

“Penduduk Asia masih beruntung karena tidak ada kematian akibat panas ekstrem,” tulis laporan itu, seolah ingin memberikan secercah harapan. 

Tapi di Bangladesh dan Myanmar, Topan Mocha—badai terkuat dalam satu dekade—mengingatkan kita: “nasib negara kepulauan seperti Indonesia bisa berubah dalam satu malam”.

Laut yang Tak Pernah Berhenti Menggerus

Data WMO memperlihatkan garis-garis kuning dan merah di peta kenaikan permukaan laut. 

Baca juga: Selami Potensi Andaliman, Kolaborasi PT ST Morita Farma dan BRIN Buka Pintu Inovasi Baru dalam Kesehatan dan Kecantikan


Indonesia ada di zona kuning—tidak yang terburuk, tapi jelas bukan pertanda baik. 

Sejak 1993, permukaan laut global naik 3,4 mm per tahun, dan pulau-pulau kecil adalah yang pertama merasakan dampaknya.

Proyeksi USAID pada 2016 pernah memprediksi: “2.000 pulau di Indonesia bisa tenggelam pada 2050”. 

Artinya, dalam 25 tahun ke depan, 42 juta orang mungkin kehilangan rumah. 

Baca juga: Demi Provinsi Tapanuli, JS Simatupang Ajak Perantau Bantu Sukseskan Pemekaran, Ini Solusinya


Bagi warga di Kepulauan Seribu atau pesisir Demak, ini bukan lagi ramalan—tapi kenyataan yang perlahan menenggelamkan kuburan leluhur mereka.

Peringatan Dini vs Ketidaksiapan

“Kesiapsiagaan telah menyelamatkan ribuan nyawa,” kata Armida Salsiah Alisjahbana dari ESCAP, mitra penyusun laporan WMO. 

Tapi pertanyaannya: “berapa banyak lagi yang bisa diselamatkan jika mitigasi hanya sekadar reaktif, bukan preventif?”

Di Indonesia, rencana pengurangan emisi dan adaptasi iklim sudah ada di atas kertas. 

Baca juga: Vonis Ringan Guru Besar Hukum Unhas Marthen Napang, Apakah Pemalsuan Putusan MA Dianggap Sepele?


Tapi di lapangan, hutan mangrove terus dikikis untuk tambak, proyek reklamasi pantai masih berjalan, dan kebijakan tata ruang sering kalah oleh investasi jangka pendek.

Kita Tidak Bisa Menunggu Air Mengejar Kita

Peringatan PBB ini bukan lagi sekadar laporan—tapi bel alarm yang memecah kesadaran. 

Jika suhu terus naik, laut terus meluas, dan kebijakan tetap setengah hati, maka generasi berikutnya tak hanya akan mewarisi bumi yang lebih panas—tapi juga daratan yang menyusut.

Seperti kata nelayan tadi: “Dulu kami melaut untuk mencari ikan. Sekarang, kami kembali ke darat hanya untuk menemukan bahwa laut telah mengikuti kami pulang.”

(Red/dari berbagai sumber)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan