Atlet Sumut Muaythai Beragama Kristen di PON Aceh, Diminta Kenakan Jilbab di Menit Terakhir

pon xxi aceh sumut
Agnes Sirait, atlet Muaythai asal Sumatera Utara sedang diperiksa kesiapannya oleh Wasit sebelum bertanding

Aceh, IndonesiaVoice.com – Ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) di Aceh menuai sorotan tajam terkait ketidakprofesionalan panitia penyelenggara.

Agnes Sirait, atlet Muaythai asal Sumatera Utara, mengungkapkan kekecewaannya setelah diminta oleh panitia untuk mencari dan mengenakan jilbab sesaat sebelum pertandingan dimulai.

Agnes yang beragama Kristen yang berasal dari Desa Lumban Nabolon, Kecamatan Uluan, Kabupaten Toba, ini bersama pelatihnya harus segera mencari jilbab agar bisa bertanding.

Hal ini membuat Tim Muaythai Sumut terkejut, karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya terkait kewajiban mengenakan jilbab selama pertandingan.


Hadapi Fluktuasi Global, Indonesia Bangun Cadangan Energi Nasional

“Jika memang ada aturan seperti itu, kenapa tidak diberitahukan sejak awal?” ujar Agnes, yang juga seorang mahasiswi jurusan Olahraga di Universitas Negeri Medan (Unimed), yang diungkap Pemerhati Hukum Emperan @SammiSoh di Media Sosial X, Jumat (06/09/2024).

Menurut Agnes, kejadian ini sangat mempengaruhi persiapan mentalnya. “Sudah siap untuk tanding, tetapi harus terganggu dengan mencari jilbab. Saya tidak terbiasa mengenakannya, dan itu membuat saya tidak nyaman, terutama dalam konsentrasi menghadapi pertandingan,” tambahnya.

Dalam pertandingan, ia juga merasa terganggu oleh jilbab yang dikenakannya, terutama ketika dipadukan dengan pengaman kepala yang menambah ketidaknyamanan.

“Rasanya sesak dan sulit untuk berkonsentrasi,” imbuhnya.


Polisi Tangkap 7 Provokator Ancaman Bom Saat Kunjungan Paus Fransiskus

Tidak hanya Agnes, Tim Muaythai Sumut juga sangat kecewa. Mereka mempertanyakan profesionalisme panitia, mengingat wasit yang memimpin pertandingan tidak menggunakan jilbab.

“Ini sangat tidak adil. Jika ada aturan, kenapa hanya berlaku untuk atlet? Wasit tidak mengenakan jilbab. Ini bisa dianggap sebagai bentuk kecurangan,” kata salah satu anggota tim.

Agnes dan timnya menuntut adanya tinjauan ulang atas pertandingan ini. Mereka merasa situasi yang mereka alami sangat tidak adil dan mengganggu fokus pertandingan.

“Jika ini memang dianggap sebagai bentuk ketidakadilan, maka pertandingan ulang seharusnya dipertimbangkan,” tambah anggota tim Muaythai Sumut.


Sidang Memanas, Saksi Pelapor Ungkap Detail Dugaan Penipuan oleh Terdakwa Prof Marthen Napang Terkait Kasus Penipuan dan Pemalsuan Salinan Putusan MA

Kekecewaan juga disuarakan oleh ibu Agnes Sirait, seorang petani asal Kabupaten Toba.

“Bagaimana kita bisa berharap adanya sportivitas jika dalam olahraga saja tidak ada keadilan?” ucapnya dengan nada geram.

Dalam dunia olahraga, konsentrasi dan persiapan mental merupakan hal yang sangat krusial.

Adaptasi terhadap perlengkapan atau kondisi baru membutuhkan waktu dan latihan, yang dalam kasus Agnes tidak terpenuhi.

Kejadian ini menjadi sorotan, apakah Aceh siap menjadi tuan rumah ajang olahraga nasional jika ketidakprofesionalan seperti ini terus berlanjut.


Paus Fransiskus Pilih Nasi Goreng di Pesawat Menuju Papua Nugini, Tunjukkan Kesederhanaan

PON Aceh diharapkan menjadi ajang kompetisi yang menjunjung tinggi sportivitas dan keadilan, namun insiden ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kesiapannya sebagai tuan rumah bagi olahraga dengan aturan yang universal.

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan