
IndonesiaVoice.com || Koalisi Gerakan Tutup Toba Pulp Lestari (TPL) bersama perwakilan dari Masyarakat Adat Natumingka melaporkan secara resmi kepada Komnas HAM terkait berbagai masalah dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh PT TPL.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam menerima secara langsung kehadiran para pelapor di Ruang Asmara Nababan, Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis, (27/5/2021).
Wakil Ketua Dewan AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Nasional Abdon Nababan memaparkan laporan ini berkaitan dengan kejadian pada (18/5/2021) di Kampung Natumingka. Dimana terjadi bentrok fisik antara para karyawan TPL yang mau menanam kebun kayu eucalyptus di wilayah hak ulayat mereka.
Baca juga: Pakar Hukum Dhaniswara K Harjono: Prediksi 2021, Akan Terjadi Booming Sengketa
“Sebagai pemegang hak ulayat, mereka (Masyarakat Adat Natumingka) menghambat agar daerahnya tidak ditanami eucalyptus oleh karyawan TPL yang berjumlah sekitar 400-an orang (ada juga satpam dan polisi). Juga, saya dapat info namun belum pasti, katanya, tentara ada juga di lokasi. Terjadilah bentrokan, kemudian masyarakat yang berada di tengah tersebut dorong-dorongan dan dilempari kayu dan batu. Sampai ada korban terluka sebanyak 12 orang,” urai dia.
Abdon sangat menyayangkan ketika terjadi bentrokan tersebut, pihak aparat diam saja dan terkesan membiarkan.
“Buat saya, pembiaran ini adalah pelanggaran karena ini adalah tanah adat mereka. PT TPL kan baru datang kemarin, darimana PT TPL punya tanah,” tegas dia.
Baca juga: GERAK Perempuan Tuntut Penuntasan Pelanggaran HAM dan Perkosaan Massal Mei 1998
Menurut Abdon, ada beberapa poin penting yang dilaporkan kepada Komnas HAM.
“Pertama, kita minta supaya kasus Natumingka ini jangan terpisah dengan kasus yang sama di seluruh Tano Batak. Kita minta agar dibuat penyelidikan menyeluruh untuk semua kejadian yang ada di dalam konsesi PT TPL,” kata dia.
Kedua, lanjut Abdon, Koalisi ini juga meminta agar Komnas HAM berkomunikasi dengan pihak Kapolres disana.
Baca juga: Dating Palembangan Apresiasi Penuh Gerakan Lagu “Indonesia Raya”
“Sebelum kejadian ini, masyarakat disana sudah dikriminalisasi. Ada tiga orang yang tidak mau atau melawan tanahnya ditanami itu, justru ditersangkakan. Jadi, kita minta Komnas HAM untuk menghubungi Kapolres,” ujar dia.
“Malah tadi ada permintaan dari kita supaya Komnas HAM juga berkomunikasi dengan Kapolri dan Kapolda supaya pecat saja itu Kapolresnya karena posisi polisi justru membiarkan,” imbuhnya.
Permintaan ketiga, ujar Abdon, supaya Komnas HAM berkomunikasi juga dengan Pemerintah Kabupaten Toba.
Baca juga: Dukung Gencatan Senjata Israel-Palestina, GAMKI: Ini Bukan Konflik Agama
“Kabupaten Toba itukan sudah punya Perda Hak Ulayat, perda masyarakat adat. Mestinya diimplementasikan bupati. Persoalannya bupati yang lalu dan baru, belum juga urus soal ini. Karena itu, kita minta agar perda itu segera dijalankan untuk melindungi masyarakat adat disini,” beber dia.
Keempat, kata Abdon, agar Komnas HAM berkomunikasi dan mendesak KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) memperjelas kepastian lahan disana.
“Karena selama ini masyarakat tidak tahu apa status lahan konsesi PT TPL di tanah mereka. Juga, mereka tidak pernah lihat peta, baik peta kawasan hutan maupun peta konsesi. Mereka hanya membawa selembar kertas bahwa itu adalah lahan konsesi mereka.
Baca juga: Kermahudatara dan LABB Adakan Survei Moratorium Pembentukan Provinsi Tapanuli 2021
“Pemerintah mesti membuktikan bahwa ada proses mulai dari penunjukkan, penataan batas, hingga pengukuhan. Harusnya pun pemerintah bisa menunjukkan, misalnya, berita acara tata batas sebagai syarat untuk pengukuhan. Masyarakat adat harus dapat berita acara tata batas itu dan ikut tanda tangan. Tapi sampai hari ini sepertinya disembunyikan oleh KLHK,” papar dia.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, yang menerima kehadiran para pelapor, akan menanggapi adanya laporan tersebut. Terlebih khusus laporan terjadinya kriminalisasi, agar tidak ada penyebaran kekerasan.
Baca juga: Lamhot Sinaga : Seluruh RSUD dan Puskesmas di Bonapasogit telah memiliki APD
Pun, Komnas HAM berencana akan mendengarkan langsung dari para korban di tujuh kabupaten, Sumatera Utara, dengan fasilitas Zoom.
Be the first to comment