IndonesiaVoice.com|| Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), didampingi Tim Hukum dan Advokasi MRP dan MRPB (THAM), menarik permohonan perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) melawan Presiden RI dalam register Perkara Nomor 1/SKLN-XIX/2021 yang dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Saor Siagian, salah satu Kuasa THAM, menjelaskan permohonan perkara SKLN ini terkait langkah pemerintah pusat bersama DPR secara sepihak membuat RUU tentang Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua).
“Padahal, Pasal 77 UU Otsus Papua menyatakan usul perubahan atas UU dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua) kepada DPR atau Pemerintah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Nah, ini sekarang perubahan Perubahan Kedua UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otsus Papua malah telah disahkan oleh Presiden RI pada 19 Juli 2021. Bagi kami ini pelanggaran konstitusional. Atas dasar inilah kami menarik permohonan perkara SKLN di MK,” tegasnya.
Baca juga: GMKI: Video Viral “Papua Merdeka” itu Hoax
Penarikan perkara SKLN itu dilakukan dalam persidangan MK Rabu (21/07/2021), yang diwakili Kuasa Hukum Pemohon (MRP dan MRPB), Rita Serena Kolibonso, SH, LLM, yang membacakan Surat Penarikan SKLN yang sudah disampaikan kepada MK RI pada tanggal 19 Juli 2021.
Sidang MK saat itu dipimpin oleh Hakim MK Prof Aswanto dan dihadiri oleh Kuasa Pemohon dan Principal (Timotius Murib, dan lain-lain). Sedangkan Termohon (Presiden RI) diwakili oleh Menteri Polhukam, Prof Mahfud MD, Menteri Dalam Negeri, Prof Tito Karnavian dan Wakil Menteri Hukum dan Ham, Prof Edward OS, Hiariej. Atas penarikan SKLN ini, Pimpinan Sidang Prof Aswanto menerima surat tersebut dan sidang ditutup serta dinyatakan selesai.
Tim Hukum dan Advokasi MRP dan MRPB dalam jumpa persnya secara daring Rabu (21/7/2021) membeberkan alasan ditariknya perkara SKLN tersebut.
Baca juga: Ketum GAMKI Apresiasi Hasil Kerja TGPF Kasus Penembakan Pendeta Yeremia Zanambani
“Setelah melakukan rapat koordinasi/konsultasi dengan principal dan memperhatikan relevansi serta kepentingan konstitusional atas permohonan SKLN dengan mencermati hasil pengusulan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan terhadap UU No. 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Otsus Papua, yang telah disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 19 Juli 2021, kemudian telah diundangkan pada tanggal yang sama oleh Menteri Hukum dan HAM RI,” ujar Ir Esterina D Ruru, SH, mewakili Kuasa Hukum MRP dan MPRB membacakan keterangan persnya.
“Atas dasar itu, kami telah mengajukan surat kepada Ketua MK, untuk melakukan penarikan kembali permohonan SKLN dan telah dibacakan dalam persidangan MK hari ini, Rabu, 21/07/2021, sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (1) PMK No. 08/PMK/2006,” imbuhnya.
Lebih lanjut Esterina mengutarakan Tim Hukum dan Kuasa MRP dan MRPB berpendapat pengusulan perubahan UU, pembahasan dan pengesahan Perubahan Kedua UU Otsus Provinsi Papua yang dilakukan oleh pembentuk UU (DPR RI bersama Pemerintah) dengan tanpa memperhatikan aspirasi/partisipasi rakyat Papua melalui prosedur lembaga MRP dan MRPB sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 77 UU Nomor 21 Tahun 2001, dapat dikualifikasi sebagai perbuatan abuse of power yang dilakukan oleh penguasa dalam hal ini pembentuk UU.
Baca juga: Terpilih Ketum PP GMKI, Jefri Gultom akan Sampaikan Pokok Pikiran Ini kepada Presiden
“Tim Hukum dan Advokasi, secara yuridis-konstitusional, menilai pengusulan perubahan materi RUU, Pembahasan dan Pengesahan Perubahan Kedua RUU Otsus Bagi Provinsi Papua tidak memenuhi syarat formil (cacat prosedur). Dan material RUU Perubahan Kedua Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang bukan aspirasi Rakyat Papua, bertentangan dengan UU Nomor 21 tahun 2001 Tentang Otsus Papua jo. Pasal 18A ayat (1) jo. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Ini adalah inkonstitusional,” pungkasnya.(*)
(Vic)
Be the first to comment