Ventilator, HFNC dan PCR Tidak ada, dr Heber B Sapan: Penanganan COVID-19 di Tana Toraja dan Toraja Utara di Bawah Standar

DR dr Heber Bombang Sapan, SpB(K)BD
DR dr Heber Bombang Sapan, SpB(K)BD

IndonesiaVoice.com|| Ketiadaan ventilator dan HFNC (High Flow Nasal Cannula) untuk penanganan pasien COVID-19 menjadi sebuah kendala utama dalam upaya meminimalisir dampak kematian dalam kasus pandemi ini.

Padahal peningkatan kasus COVID-19, semakin hari semakin bertambah dan tidak hanya terjadi di kota-kota besar melainkan juga sampai ke pelosok-pelosok.

Ventilator dan HFNC ini adalah alat medis yang fundamental dalam penanganan pasien COVID-19. Ventilator berfungsi untuk membantu seseorang yang mengalami kesulitan bernapas dengan menjaga paru-paru tetap mengembang, sehingga kantung udara di paru-paru tidak mengempis.


Baca juga: Milenial Toraja Gelar Diskusi Bedah Programme for International Student Assessment

Menurut American Thoracic Society, kadar oksigen alat ventilator yang digunakan untuk membantu pernapasan pasien lebih tinggi daripada alat bantu oksigen lainnya.

Sedangkan HFNC adalah alat terapi oksigen aliran tinggi. Metode terapi oksigen aliran tinggi (High Flow Oxygen Therapy) merupakan salah satu metode non-invasif yang dapat digunakan untuk membantu pernafasan pasien Covid-19 tahap awal.

Hal ini dikemukakan oleh DR dr Heber Bombang Sapan, SpB(K)BD, asal Toraja, seorang praktisi kesehatan di Rumah Sakit ternama di BSD Tangerang Selatan, ketika menyoal ketidaksiapan Kabupaten Tana Toraja maupun Toraja Utara dalam mengatasi lonjakan kasus COVID-19.


Baca juga: Kasus Korupsi Bansos, Dr John Palinggi: Dibalik Kemensos, Pasti Ada Orang Sangat Berpengaruh

“Pantauan saya di media, dalam kurun waktu tanggal 1 sampai 8 Juli 2021, terjadi peningkatan jumlah pasien sebesar 100% lebih,” ujar dr Heber, Sabtu (17/07/2021).

Berdasarkan data yang dirilis Satgas COVID-19 Kabupaten Toraja Utara yang disampaikan melalui Dinas Komunikasi dan Informasi, pada tanggal 1 Juli 2021, tercatat 32 kasus aktif; tanggal 2 Juli 2021, kasus aktif meningkat menjadi 44; tanggal 6 Juli 2021 meningkat lagi menjadi 63 kasus aktif; 14 dalam perawatan dan 49 isolasi mandiri. Dari 14 pasien dalam perawatan, 6 orang di RS Pongtiku dan 8 orang di RSUD Lakipadada.

Kemudian tanggal 7 Juli 2021, meningkat lagi menjadi dengan 78 kasus aktif. Dari semua kasus positif yang baru ini, Kecamatan Tallunglipu menduduki posisi teratas dalam jumlah orang yang terpapar.


Baca juga: Dating Palembangan Apresiasi Penuh Gerakan Lagu “Indonesia Raya”

Per tanggal 8 Juli 2021, ada 25 warga Kecamatan Tallunglipu yang dinyatakan positif terpapar virus Corona. Menyusul Kecamatan Rantepao 16 kasus, Bangkelekila 8 kasus, Nanggala 7 kasus, dan Tondon 6 kasus.

Heber prihatin melonjaknya kasus COVID-19 tersebut ditengah ketiadaan ventilator dan HFNC di rumah sakit penyangga utama di Toraja Utara yaitu RS Elim Rantepao. Akibatnya, pasien yang gawat harus dirujuk ke RS Lakipadada atau ke Makassar.

“Padahal jumlah pasien terus meningkat, harusnya rumah sakit dan Dinas Kesehatan Kabupaten segera berbenah dan mempersiapkan. Jika terjadi lonjakan seperti ini seharusnya di RS Elim sudah tersedia fasilitas ICU COVID-19, apalagi RS Pongtiku yang baru itu cuma bisa menampung sedikit pasien dan letaknya cukup jauh dari Rantepao,” jelas dia.


Baca juga: Gelar Diskusi Webinar, Gerakan Milenial Sang Torayaan Berikan Masukan Kepada Dua Pemda Toraja Dalam Tangani Covid-19

Bahkan untuk pemeriksaan PCR sampelnya, lanjut dr Heber, harus dibawa ke Makassar karena tidak ada bahkan di kedua Kabupaten tersebut.

“Hal ini mengakibatkan terjadinya banyak keterlambatan treatment terhadap pasien,” urainya.

Dokter spesialis bedah digestif ini juga menegaskan seharusnya selain mempersiapkan peralatan utama dalam penanganan COVID-19, pemerintah kedua kabupaten saling berkoordinasi untuk saling membantu penanganan, semisal saling transfer dokter spesial.


Baca juga: KH Said Aqil Siroj Sambut Baik Silaturahmi DR John Palinggi Berbagi “Bingkisan Kasih Sayang” kepada Staf Karyawan PBNU 

Heber mencontohkan di RS Lakipadada belum ada spesialis paru, sedangkan di RS Elim ada.

“Nah, kedua pemda ini harusnya bisa melaksanakan MoU, dimana RS Lakipadada untuk pasien kondisi berat, sedangkan RS Elim dan rumah sakit lainnya bisa untuk pasien kondisi ringan,” paparnya.

“Dan spesialis anestesi juga perlu dimasukkan dalam tim penanganan COVID-19, tidak hanya internis dan spesialis pulmo,” tambah Heber.


Baca juga: Makna Pahlawan Masa Kini

Heber prihatin mestinya semua pihak kaget dengan situasi dan kesiapan penanganan pasien COVID-19 di kampung halaman tersebut. Karena itu, perlu ada pembenahan komprehensif, fasilitas kesehatan, kebijakan pemda terkait kerumunan dan acara adat, dan lain-lain.

Lebih lanjut Heber menyatakan kesiapannya untuk mengadvokasi dan mengusahakan pengadaan peralatan deteksi COVID-19 (PCR) agar ada di dua kabupaten, Toraja Utara dan Tana Toraja.

“Saya meminta pemerintah pusat dan satgas Covid-19 Nasional agar memperhatikan persoalan ini”, pungkasnya.

(VIC)

 

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan