Dr John Palinggi: Dalam Memilih Menteri, Jokowi Hendaknya Gunakan Hak Prerogatif Tanpa Adanya Intervensi

IndonesiaVoice.Com – Selama proses pemilihan presiden, acapkali terjadi wacana saling melempar kata-kata yang tidak tepat. Pun, terjadi penghinaan satu dengan yang lain yang dilemparkan oleh para oknum masing-masing tim sukses. Tidak terkecuali, hal itu dilakukan oleh orang-orang terhormat yang melontarkan kata-kata busuk dan cenderung menghina kemanusiaan orang lain.

“Hal itu sangat menyedihkan. Karena itu akan membuat akar kepahitan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara pribadi saya sangat menyesalkan perbuatan tersebut. Sebab seseorang tidak akan pernah mendapatkan sesuatu dari perbuatan penghinaan yang pada akhirnya menjadi akar kepahitan. Pun, menghasilkan air mata dan penyesalan oleh karena kita telah menciptakan perpecahan yang dahsyat,” kata Ketua Harian Badan Interaksi Antaragama (BISMA), DR John Palinggi MM, MBA, di ruang kantornya di kawasan Bundaran HI, Jakarta, 2 Juli 2019.

“Tapi kita bersyukur prosesi ini dapat berakhir sampai dengan penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan terpilihnya pasangan presiden nomor 01 yaitu Joko Widodo dan Maruf Amin,” tambah dia. 


Menurut John yang juga Ketua Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor Indonesia (ARDIN) ini, adalah suatu keberuntungan ketika bangsa ini mampu menyelesaikan proses demokrasi ini. 

“Bahwa kemudian ada pihak lain yang protes, ini merupakan dinamika demokrasi. Tapi lebih pokok, semua pihak harus melakukan ini demi kepentingan bangsa dan negara dan meletakkan diatas kepentingan pribadi dan kelompok partainya,” kata dia. 

John mengapresiasi para hakim Mahkamah Konstitusi, yang meskipun sulit untuk memutus hal seperti ini, namun pada akhirnya bisa melakukan tugasnya. Mereka bisa memutuskan yang pada akhirnya mengukuhkan bahwa Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 01, Jokowi-Maruf Amin sebagai pemenang Pilpres. 


“Sesudah ini, masih ada langkah selanjutnya yang ditempuh Pasangan Presiden Jokowi-Maruf Amin. Yakni, bagaimana sebagai presiden, Jokowi mampu menggunakan hak prerogatifnya untuk memilih para pembantunya yaitu para menteri tanpa ada intervensi dari pihak manapun,” jelas dia. 

Beberapa Minggu ini, lanjut John, muncul wacana dimana masing-masing partai yang meminta lima sampai 11 menteri. Sedangkan masyarakat menginginkan agar yang masuk kabinet menteri Jokowi-Maruf Amin adalah para intelektual dan profesional.

“Bagi saya siapapun yang menjadi pembantu presiden lima tahun kedepan kelak, paling utama dia memiliki karakter jujur dan loyalitas yang tinggi bagi negara dan memiliki hormat yang sangat dalam kepada presiden. Kesetiaannya itu diperlukan,” kata dia. 


“Ingat, tugas pokok seorang menteri mesti meringankan beban presiden, bukan justru menambah berat tugas presiden. Jadi masalah apapun yang dihadapi para menteri, baik bidang pendidikan dan bidang lainnya itu harus menjadi tanggung jawab menteri,” tegas dia.

Demikian halnya, sambung John, para kepala daerah, baik itu bupati, walikota dan gubernur juga turut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat di daerah masing-masing.

“Jadi, jangan semua muaranya nanti itu justru menyalahkan presiden oleh karena mereka tidak bekerja secara baik dan profesional,” ujar dia. 


“Sebab itu, dibutuhkan para menteri yang rendah hati, terutama lagi dia mesti jujur. Kita tidak mau lagi melihat para pejabat pemerintah sambil melakukan kegiatan bisnis dengan korupsi dan pencurian uang negara. Itu tidak boleh. Karena kepedihan masyarakat sudah sangat dalam. Bayangkan jika uang negara dicuri ratusan miliar hingga triliunan dan digunakan semena-mena untuk berfoya-foya tapi rakyat dibawah justru tidak bisa membeli beras,” tambah dia. 

John berharap lima tahun kedepan, Jokowi hendaknya lebih tegas kepada para pembantu menterinya, gubernur, walikota dan bupati. 

“Setiap anggaran yang digelontorkan ke daerah mesti dilakukan pengawasan ketat sehingga tepat sasaran kepada rakyat. Jangan pula anggaran itu hanya cuma disimpan di bank dan dibungakan,” urai dia. 


“Juga, jangan sampai terjadi dibuat sedemikian rupa pengadaan barang seolah-olah sudah ditender. Padahal orang-orang tertentu saja yang mengadakan sehingga terjadi timbul manipulasi. Sebab berdasarkan laporan badan pemeriksaan keuangan, 82 persen pencurian uang negara itu berasal dari pengadaan barang dan jasa pemerintah. Nah ini jangan sampai terjadi lagi,” tambahnya. 

John menegaskan dirinya tidak mau melihat dari kelompok atau agama atau suku apa yang kelak menjadi menteri di kabinet Jokowi.


“Yang penting dibutuhkan orang loyal, memiliki rasa hormat dan setia yang dalam kepada presiden sebagai pimpinan negara,” tandasnya.

(InVoice/Vic)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan