
IndonesiaVoice.com – Pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024, yang dihelat dalam sidang paripurna, seharusnya menjadi momen sakral bagi bangsa Indonesia.
Namun, kehadiran suara “huuu” dari beberapa peserta di sidang tersebut menimbulkan polemik. Ketua Dewan Pembina Relawan Lentera Kasih (Relasi) Prabowo-Gibran, Sahat MP Sinurat, menyayangkan tindakan tersebut, menyebutnya sebagai tindakan yang mencoreng marwah sidang kenegaraan.
Dalam siaran persnya pada Kamis, 24 Oktober 2024, Sahat mengungkapkan rasa kecewanya atas insiden itu, terutama karena sidang tersebut disaksikan oleh jutaan rakyat Indonesia dan dihadiri oleh delegasi dari berbagai negara sahabat.
“Kami menyesalkan teriakan dari segelintir oknum peserta persidangan yang tidak menjaga kehormatan dari sidang pelantikan, yang dilaksanakan hanya lima tahun sekali dan disaksikan secara langsung oleh jutaan rakyat Indonesia,” ujar Sahat.
Sahat juga menekankan pentingnya bagi anggota MPR RI, baik dari DPD maupun DPR RI, untuk menjaga martabat lembaga negara.
Ia menilai perbedaan pandangan politik adalah hal yang wajar dalam demokrasi, tetapi forum pelantikan bukanlah tempat yang tepat untuk mengekspresikan hal tersebut.
“Forum ini bukan ajang debat kandidat atau kampanye, melainkan acara kenegaraan. Teriakan ini terkesan menunjukkan kurangnya kedewasaan dalam berpolitik,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Sahat mengingatkan bahwa sebagai para elite politik, anggota MPR seharusnya menunjukkan keteladanan dan menjunjung tinggi kepentingan bangsa di atas segala kepentingan kelompok.
Ia mengkhawatirkan framing yang salah terhadap insiden tersebut, yang bisa mencoreng citra sidang dan para peserta lainnya.
“Jangan sampai tindakan dari segelintir oknum anggota MPR kemudian diframing seakan-akan semua peserta forum melakukan hal yang sama. Mayoritas anggota MPR sangat menghormati jalannya sidang paripurna ini,” kata Sahat.
Sahat juga menggarisbawahi pesan penting dari pidato Presiden Prabowo, yang menyerukan persatuan dan gotong royong dalam membangun Indonesia.
“Pemilu sudah selesai. Sekarang saatnya kita bersatu, bergotong royong, dan bekerja sama untuk membangun Indonesia seperti yang disampaikan Presiden kita, Bapak Prabowo Subianto,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Gerindra MPR RI, Habiburokhman, memberikan klarifikasi terkait asal usul sorakan “huuu” tersebut.
Menurutnya, suara tersebut berasal dari beberapa anggota partai politik yang memiliki perbedaan pandangan politik dengan keluarga Presiden Joko Widodo.
“Yang meneriaki ‘huuu’ hanya dari partai yang merasa rival politik keluarga Pak Jokowi. Ini hal yang biasa dalam politik, ada perbedaan yang belum selesai,” ungkap Habiburokhman.
Meskipun demikian, Habiburokhman menegaskan bahwa proses rekonsiliasi sedang berlangsung secara alami dan pada akhirnya, semua pihak akan fokus pada masa depan bangsa.
“Rekonsiliasi ini kita jalani secara alami. Lambat laun, semua pihak akan move on,” ucapnya.
Di sisi lain, Habiburokhman menegaskan bahwa mayoritas anggota MPR justru memberikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo.
“Banyak juga anggota MPR yang meneriakkan yel-yel ‘Terima kasih Bapak Jokowi’. Ini menunjukkan bahwa secara umum, sidang pelantikan berjalan dengan penuh penghormatan kepada Presiden ke-7 RI,” tambahnya.
Insiden teriakan “huuu” yang sempat mencuri perhatian publik di tengah prosesi sakral pelantikan Prabowo-Gibran menjadi cerminan dari dinamika politik Indonesia yang kompleks.
Meski demikian, seruan untuk persatuan dan kolaborasi dari Presiden Prabowo diharapkan mampu menjadi landasan kuat bagi seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama menghadapi tantangan pembangunan ke depan.
Dengan atmosfer politik yang terus bergerak menuju rekonsiliasi, diharapkan insiden-insiden semacam ini tidak akan mengurangi semangat kerja sama demi Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.
Be the first to comment