MK Tolak Gugatan Pilkada Tapanuli Utara, Kuasa Hukum Paslon Nomor 1 Kecewa

sengketa pilkada
Ranto Sibarani, Kuasa Hukum Pemohon Paslon Satika dan Sarlandy (Kanan) hadir pada persidangan Pengucapan Putusan/Ketetapan Perkara Nomor 114/PHPU.BUP-XXIII/2025 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati Kabupaten Tapanuli Utara, di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Selasa (4/2/2025).

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk tidak menerima permohonan sengketa hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tapanuli Utara yang diajukan oleh Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 1, Satika Simamora dan Sarlandy Hutabarat. 

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa pemohon tidak memiliki kedudukan hukum karena tidak memenuhi ambang batas selisih suara sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).

“Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang pengucapan putusan yang didampingi delapan hakim konstitusi lainnya di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa (4/2/2025). 

Pemohon mendalilkan adanya pelanggaran dalam Pemilihan Bupati (Pilbup) Tapanuli Utara, diantaranya keberpihakan dan ketidaknetralan Penjabat Bupati, Penjabat Sekretaris Daerah, serta Kapolres Tapanuli Utara yang dinilai menguntungkan Paslon lawan. 

Selain itu, pemohon juga menggugat keabsahan pencalonan Deni Parlindungan Lumbantoruan sebagai Wakil Bupati karena perbedaan nama pada ijazah dan KTP elektronik. 

Ditambah lagi, adanya dugaan penukaran 120 surat suara yang telah dicoblos oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 04 Desa Simamora, Kecamatan Tarutung.

Namun, MK menilai dalil-dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum. Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa selisih perolehan suara antara pemohon (58.643 suara) dengan Paslon peraih suara terbanyak (105.505 suara) mencapai 46.862 suara atau 28,55 persen. 

Sementara itu, ambang batas yang ditetapkan UU Pilkada adalah 1,5 persen dari total suara sah atau setara dengan 2.462 suara. Dengan selisih yang jauh melampaui ketentuan, MK berpendapat tidak perlu melanjutkan pemeriksaan perkara ke tahap pembuktian.

“Mahkamah menilai tidak relevan untuk meneruskan permohonan a quo pada pemeriksaan persidangan lanjutan dengan agenda pembuktian,” ujar Ridwan Mansyur.

Kecewa

Ranto Sibarani, SH, Kuasa Hukum Paslon Satika Simamora dan Sarlandy Hutabarat, menyatakan kekecewaannya terhadap putusan MK. Menurutnya, Mahkamah seharusnya mengesampingkan Pasal 158 jika terdapat bukti adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Namun, ia menilai MK justru mengabaikan dalil-dalil yang diajukan pemohon.

“Kami kecewa terhadap putusan MK. Dalam berbagai kesempatan, hakim MK termasuk Ketua Suhartoyo dan hakim lainnya menyatakan bahwa MK bukan sekadar ‘mahkamah kalkulator’, melainkan berwenang memeriksa pelanggaran TSM. Namun, dalam putusan ini, MK justru mengabaikan bukti yang sudah kami ajukan,” tegas Ranto ketika diwawancarai usai persidangan di MK.

Ia juga mengkritik keputusan MK yang menganggap perbedaan nama dalam ijazah Deni Parlindungan bukan sebagai masalah hukum yang signifikan. Ranto menilai perubahan nama seharusnya memerlukan penetapan pengadilan, bukan sekadar surat keterangan dari kepala sekolah.

“Kami menemukan bahwa Deni Parlindungan Lumbantoruan sempat mengajukan permohonan penetapan perubahan nama ke Pengadilan Negeri Tarutung menjelang Pilkada, tetapi kemudian mencabutnya. Ini menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam proses administrasi pencalonan,” tambahnya.

Selain itu, ia juga mempertanyakan perubahan jadwal pembacaan putusan sela yang awalnya dijadwalkan pada 11 Februari tetapi dimajukan ke 4 Februari. Menurutnya, perubahan ini menunjukkan inkonsistensi MK dalam menjalankan aturan yang dibuatnya sendiri.

Lebih lanjut, Ranto mengungkapkan adanya bukti dugaan kecurangan di TPS yang didukung oleh rekaman video. Video tersebut memperlihatkan seorang petugas TPS diduga memindahkan suara dari atas meja ke bawah dan menggantinya dengan suara lain yang telah disiapkan. Bukti ini telah dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang merekomendasikan agar temuan ini ditindaklanjuti.

“Melihat bukti ini, Nikson Nababan yang awalnya legowo menerima hasil Pilkada berubah pikiran. Jika kecurangan ini terjadi di banyak TPS, berarti ada indikasi manipulasi hasil suara,” jelasnya.

Selain menggugat hasil Pilkada ke MK, pihak pemohon juga telah melaporkan dugaan ketidaknetralan penyelenggara pemilu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka menunggu hasil sidang DKPP untuk menilai profesionalisme KPU dalam menyelenggarakan Pilkada di Tapanuli Utara.

Dengan ditolaknya gugatan ini, hasil Pilkada Tapanuli Utara dinyatakan sah dan tidak dapat diganggu gugat. Meski demikian, Ranto menegaskan bahwa mereka tetap berjuang untuk mengungkap kebenaran di hadapan publik.

“Keputusan MK final dan mengikat, tapi biarlah masyarakat Tapanuli Utara yang menilai siapa yang benar-benar ingin membangun daerah ini,” pungkasnya.

Dengan demikian, hasil Pilkada Tapanuli Utara tetap berlaku sesuai keputusan KPU, dan pasangan pemenang akan melanjutkan proses pemerintahan ke depan.(*)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan