IndonesiaVoice.com | Peringati “The International Right to Know Day” (Hari Hak Untuk Tahu Sedunia), Komisi Informasi (KI) Provinsi DKI Jakarta menggelar “Goes To Campus” berkolaborasi dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Kristen Indonesia (Fisipol UKI) dengan mengadakan diskusi di Ruang Seminar Gedung AB, Lantai 3, Kampus UKI Cawang, Jakarta, Jumat (4/11/2022).
Adapun tema diskusi “Transparansi Kunci Kemajuan Masyarakat dan Badan Publik dari Jakarta Untuk Indonesia Tangguh”.
Terkait tema, Ketua KI Provinsi DKI Jakarta, Harry Ara Hutabarat SH, MH, mengatakan secara filosofi, pertama, kunci itu penting oleh karenanya mesti dijaga. Dan ketika kunci itu enggak ada (hilang), maka akan dicari.
“Tapi ada juga kunci yang enggak pernah kita pakai. Kita simpan di lemari sampai lupa dan karatan kuncinya. Saya nggak mau model kunci ini. Secara filosofi, terkait transparansi kunci ini, saya mau kunci yang pertama di mana kunci transparansi adalah kunci kemajuan masyarakat dan badan publik,” jelas dia.
“Jadi, ketika kita tidak melihat transparansi suatu badan publik, ketika masyarakat merasa haknya secara konstitusional berdasarkan Pasal 28 F UUD 45 yaitu hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi itu tidak didapatkan, maka mereka harus mendapatkan kepastian hukum lewat Komisi Informasi, dalam beberapa hal melalui sengketa informasi. Dan pendekatannya sebetulnya bukan hanya sengketa saja,” lanjutnya.
Menurut Harry, ketika KI melakukan monitoring dan evaluasi kepada badan publik tersebut, mereka pun membenahi diri untuk semakin baik.
“Tapi ketika masyarakat tidak merasakan manfaat akses untuk mendapatkan informasi publik, maka badan publik ini tidak akan terasah atau teruji. Badan publik seperti ini biasanya akan tampil statis saja,” ujarnya.
Harry menambahkan kolaborasi antara KI DKI dengan beberapa kampus di DKI ini penting lantaran kampus adalah sumber dari Agent of Change (agen perubahan) bagi bangsa ini.
“Selain UKI, KI DKI juga sudah berkolaborasi dengan kampus Universitas Negeri Jakarta, Universitas Al Azhar dan Universitas Mustopo Beragama,” imbuhnya.
Sementara Rektor UKI Dr Dhaniswara K Harjono, SH, MH, MBA, menyampaikan diskusi terkait transparansi informasi publik ini jarang terdengar lantaran masih kurang sosialisasi.
“Saya mengerti ada UU 14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik. Karena kebetulan saya sarjana hukum aja. Tapi saya nggak yakin yang lainnya hadir disini tahu. Bahkan, isinya (UU) pun mungkin nggak pernah tahu. Karena memang nggak ada mata kuliahnya,” paparnya.
“Meski begitu, kita sangat merindukan dan menginginkan adanya keterbukaan informasi. Dulu pada saat saya lulus kuliah saja, informasi yang saya dapat hanya dari RRI dan TVRI. Televisi swasta baru muncul tahun 1989. Artinya, dulu informasi sesuatu yang luar biasa karena sulit didapat. Kalau sekarang (informasi) itu merupakan suatu keharusan. Bahkan, hak dari publik untuk memperoleh keterbukaan informasi dan didasarkan kepada undang-undang. Dan sejujurnya informasi bahwa ada Hari Hak Untuk Tahu Sedunia, baru saya tahu sekarang. Ternyata ada ya,” pungkas Dhaniswara.
Sedangkan Keynote Speech Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Fisipol UKI Prof Dr Chontina Siahaan, SH, MSi, memaparkan tentang sinopsis tentang spirit perayaan Hari Hak Untuk Tahu Sedunia di dalam membangun kesadaran mahasiswa akan pentingnya informasi.
Chontina memulai paparannya dengan bertanya kepada para mahasiswa, “Apakah ada yang tahu Hari Hak Untuk Tahu Sedunia? Wah tidak ada satupun yang tahu ya. Saya yakin bukan hanya disini, tetapi masyarakat di luar sana juga tidak tahu itu.”
Padahal, lanjut dia, Hari Hak Untuk Tahu Sedunia ini pertama kali dideklarasikan di Kota Sofia, Bulgaria, pada 28 September 2002. Sedangkan, di Indonesia, peringatan Hari Hak Untuk Tahu dimulai sejak tahun 2011 dan dijamin dalam UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Menurut Chontina, meskipun telah ada UU, masih banyak masyarakat tidak mengetahuinya. “Hal ini terjadi karena badan legislatif yang telah membuat UU tersebut, tidak turun ke akar rumput, misalnya ke perguruan tinggi, untuk mensosialisasikan produk UU tersebut,” tandasnya.
Sebelum diskusi, diadakan penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) antara Ketua KI DKI Harry Ara Hutabarat SH, MH dengan Rektor UKI Dhaniswara K Harjono, SH, MH, MBA dan Dekan Fisipol UKI Dr Verdinand Robertua, MSoc Sc.
Diskusi saat itu dihadiri narasumber Komisioner KI Provinsi DKI Jakarta Luqman Hakim Arifin SFil dan Dosen Program Doktor Hukum Pascasarjana UKI Prof Dr Mompang L Panggabean SH, MHum dan dimoderatori Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Fisipol UKI, Formas Juitan Lase, SSos, MIKom.(*)
(Victor)
Be the first to comment