Ketum AMINDO, Dr John Palinggi: Mediasi Efektif Cegah Konflik Industrial Pasca-PHK Massal

phk massal sritex
Dr. John Palinggi, MM, MBA

IndonesiaVoice.com – Dalam beberapa bulan terakhir, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal telah menyita perhatian publik. Ribuan pekerja tiba-tiba kehilangan mata pencaharian, menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Namun, dibalik keprihatinan ini, pemerintah bersama para pemangku kepentingan terus berupaya mencari solusi berkeadilan, mengedepankan dialog, dan mediasi untuk meredakan ketegangan antara pekerja dan pengusaha.

Kasus terbaru yang mencuat adalah PHK massal di PT Sritex, di mana lebih dari 10.000 karyawan harus kehilangan pekerjaan akibat kepailitan perusahaan.

Kejadian ini bukan hanya menyisakan duka bagi para pekerja, tetapi juga memantik diskusi tentang hubungan industrial, peran pengusaha, dan tanggung jawab pemerintah dalam melindungi hak-hak tenaga kerja.

John Palinggi, seorang praktisi bisnis dan pengamat hubungan industrial yang telah berpengalaman puluhan tahun di bidang ini, menyatakan bahwa PHK adalah fenomena yang tak terhindarkan dalam dunia bisnis.

“Pemutusan hubungan kerja bisa terjadi karena berbagai faktor, mulai dari ketidakmampuan perusahaan melanjutkan operasional, persaingan bisnis yang ketat, hingga ketidakstabilan internal perusahaan,” ujar John Palinggi yang juga Ketua Umum AMINDO (Asosiasi Mediator Indonesia). AMINDO terakreditasi di Mahkamah Agung RI. Hingga kini John Palinggi dipercayakan menjadi Mediator Non Hakim yang terdaftar di 12 Pengadilan Negeri dan 2 Pengadilan Tinggi di Indonesia.

Namun, ia menekankan bahwa PHK bukanlah akhir dari segalanya. “Kita harus belajar ikhlas. Saat mendapatkan pekerjaan, kita bersyukur. Saat harus berhenti, kita juga harus ikhlas,” tambahnya.

Meski demikian, John Palinggi, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor Indonesia (DPP ARDIN), mengingatkan bahwa hak-hak pekerja, seperti pesangon dan uang penghargaan, harus dipenuhi.

“Ini adalah komponen penting yang harus dijamin. Aturannya sudah jelas, mulai dari 2 bulan upah untuk masa kerja 3 tahun, hingga 10 bulan upah untuk masa kerja 24 tahun,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa pemerintah dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) harus memastikan hak-hak ini terpenuhi.

Peran Strategis Kadin dan Mediasi

Kadin, sebagai wadah pengusaha yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987, memiliki peran strategis dalam menciptakan hubungan serasi antara pekerja dan pengusaha.

Namun, John Palinggi, Pemilik Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Business Travel Card yang bebas visa 18 Negara Asia Pacific ini, mengkritik kinerja Kadin yang dinilai belum optimal.

“Kadin seharusnya tampil sebagai penengah, memediasi konflik antara pekerja dan pengusaha sebelum masalah meledak. Sayangnya, tugas ini sering diserahkan kepada Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), yang tidak selalu efektif,” ujarnya.

Ia menyarankan agar Kadin mengambil alih peran mediasi secara serius.

“Mediasi harus dilakukan oleh pihak yang kompeten, bukan sekadar pejabat pemerintah atau politisi. Mediator harus memahami kepentingan semua pihak dan mencari solusi yang tidak merugikan siapapun,” tegas John Palinggi, Ketua Harian Badan Interaksi Sosial Masyarakat (BISMA).

Ia juga mengingatkan bahwa mediasi yang baik harus menghasilkan kesepakatan damai yang disahkan oleh pengadilan, sehingga memiliki kekuatan hukum.

Pemerintah dan Upaya Penyelesaian

Pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan, telah berupaya mengatasi masalah PHK massal ini dengan pendekatan komprehensif. Salah satunya adalah dengan memperkuat lembaga tripartit, yang melibatkan pemerintah, pengusaha, dan pekerja.

“Lembaga tripartit ini penting karena menjadi wadah untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah ketenagakerjaan secara adil,” kata John Palinggi, yang juga Konsultan Investasi Luar Negeri dan Konsultan Keamanan ini..

Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat memantau kredit macet yang sering menjadi pemicu kepailitan perusahaan.

“Kasus Sritex harus menjadi pelajaran. Berapa besar kredit yang diambil perusahaan ini? Dari bank mana? Ini harus ditelusuri agar tidak terjadi lagi di masa depan,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa dalam proses kepailitan, hak-hak pekerja harus diprioritaskan, termasuk pembayaran pesangon sebelum aset perusahaan dijual.

Melihat ke Depan dengan Optimisme

Meski PHK massal menimbulkan keprihatinan, John Palinggi mengajak semua pihak untuk tetap optimis.

“Hidup ini penuh risiko, termasuk kehilangan pekerjaan. Tapi, kita harus yakin bahwa hari esok akan lebih baik,” katanya.

Ia menekankan pentingnya solidaritas dan kerja sama antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja untuk menciptakan solusi berkeadilan.

Pemerintah, melalui berbagai kebijakan dan program, terus berupaya meminimalisir dampak PHK massal. Salah satunya adalah dengan memperkuat program pelatihan dan pemagangan bagi pekerja yang terkena PHK, agar mereka dapat segera mendapatkan pekerjaan baru.

Selain itu, pemerintah juga mendorong pengusaha untuk lebih bertanggung jawab dalam mengelola perusahaan, termasuk dalam hal pembayaran pesangon dan uang penghargaan.

Kadin Harus Bangkit

John Palinggi menegaskan bahwa saatnya Kadin bangkit dan mengambil peran aktif dalam menyelesaikan masalah PHK massal.

“Kadin harus memastikan bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha tetap harmonis. Jangan biarkan masalah ini dipolitisir atau diselesaikan dengan cara yang tidak adil,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan agar Kadin tidak terjebak dalam kepentingan politik, melainkan fokus pada pembinaan pengusaha dan perlindungan tenaga kerja.
Dengan langkah-langkah konkret dan kerja sama semua pihak, diharapkan masalah PHK massal dapat diselesaikan dengan baik.
Pemerintah, Kadin, dan para pemangku kepentingan lainnya harus terus berupaya menciptakan iklim usaha yang sehat, sekaligus melindungi hak-hak pekerja. Sebab, di balik setiap tantangan, selalu ada harapan untuk bangkit dan menciptakan masa depan yang lebih baik. (*)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan