Ketua Yayasan STFT INTIM Dikerangkeng di Rutan Salemba, Usai Kejati DKI Nyatakan Berkas P21 Limpahan Dari Polda Metro Jaya

marthen napang
Prof Dr Marthen Napang mengenakan kaos hijau dan celana pendek hitam dengan tangan diborgol tali ties, keluar dari Ruang Tahanan Direktorat Perawatan Penahanan dan Alat Bukti Polda Metro menuju Gedung Biddokkes guna mengecek kondisi kesehatan ke Biddokkes sekitar pukul 09.54 WIB untuk selanjutnya dibawa ke Kejari Jakarta Pusat, Senin (15/7/2024).

IndonesiaVoice.com– Ketua Badan Pengurus Yayasan Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Indonesia Timur (INTIM) Makassar Prof Dr Marthen Napang, SH, MH, Tersangka perkara pidana penipuan, penggelapan dan pemalsuan, dikerangkeng di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat, usai Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyatakan berkasnya lengkap (P21) yang dilimpahkan dari Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin, (15/7/2024).

Cuaca cerah pagi di Kawasan Polda Metro Jaya rupanya tidak secerah nasib tersangka Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar Prof Dr Marthen Napang, SH, MH.

Dengan kepala sekali-kali menunduk, Marthen Napang yang tangannya diborgol tali ties dibawa keluar oleh empat petugas dari Ruang Tahanan Direktorat Perawatan Penahanan dan Alat Bukti Polda Metro menuju Gedung Biddokkes guna mengecek kondisi kesehatan sekitar pukul 09.54 WIB.

Sekitar 15 Menit, Marthen Napang keluar dari Biddokes. Ia kembali digiring oleh para petugas ke sebuah mobil untuk dibawa ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus).

marthen napang
Tersangka Prof Dr Marthen Napang Tiba di Kejari Jakarta Pusat, Senin, 15 Juli 2024, sekitar Pukul 11.10 WIB.



Seorang petugas yang mengawal Marthen Napang, menyebutkan Penyidik Polda Metro Jaya melakukan Tahap II yaitu penyerahan Tersangka dan Barang Bukti kepada Kejati DKI, yang dilaksanakan di Kejari Jakpus.

Tiba di kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) Pukul 11.10 WIB, Marthen Napang kembali digiring masuk gedung lewat pintu belakang dan dikerangkeng di sel tahanan. Selanjutnya menunggu Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati DKI Jakarta, untuk melakukan serah terima Tahap II.

Pukul 16.31 WIB, Marthen Napang yang tangannya diborgol besi bersama tersangka tahanan lainnya, keluar dari gedung dan digiring masuk ke dalam mobil tahanan yang terparkir di depan Gedung Kejari Jakarta Pusat.

“Mau dibawa ke Rutan Salemba,” kata seorang petugas yang ikut dalam mobil tahanan ketika ditanya wartawan.

marthen napang
Tersangka Prof Dr Marthen Napang (kanan) Diborgol besi ketika memasuki Mobil Tahnan Kejari Jakarta Pusat untuk dibawa ke Rutan Salemba, Jakarta Pusat, Senin, 15 Juli 2024.



Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting SH, MH, membenarkan bahwa ada proses Tahap II atas nama Marthen Napang.

“Tersangka MN dibawa ke Rutan Salemba, Jakarta Pusat. Untuk menjalani penahanan sebelum masuk ke proses persidangan,” ujar Bani Immanuel Ginting ketika dikonfirmasi wartawan.

Menurut Bani Immanuel Ginting, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mempersiapkan berkas dakwaan selama 14 hari kedepan, agar bisa disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

“Dalam 14 hari berkas akan dilimpahkan ke Pengadilan,” ujarnya.

marthen napang
Prof Dr Marthen Napang Masuk Mobil Tahanan Kejari Jakpus, Senin, 15 Juli 2024



marthen napang
Mobil Tahanan Kejari Jakarta Pusat yang membawa Tersangka Prof Dr Marthen Napang ke Rutan Salemba, Jakarta, 15 Juli 2024.

Kasus Sejak 2017

Diberitakan sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menetapkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (UNHAS) Prof Dr Marthen Napang, SH, MH, sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana penipuan (Pasal 378 KUHP) dan atau penggelapan (Pasal 372 KUHP) dan atau pemalsuan (Pasal 263 KUHP) terhadap pelapor Dr John Palinggi, MM, MBA. Perkara tersebut terjadi di Graha Mandiri Lantai 25, No 61 Jakarta Pusat, pada Senin, 12 Juni 2017 silam.

Iqbal menguraikan awalnya kasus perkara ini terjadi. Kata Iqbal, pada tahun 2017, Marthen Napang datang menemui John Palinggi untuk meminta menggunakan ruangan kantor di Graha Mandiri Lantai 25, Jakarta Pusat.

Dalam kurun waktu permintaan tersebut, John Palinggi menyetujui memberikan fasilitas tersebut. Diberikanlah ruangan itu, termasuk segala hal yang terkait, seperti kebutuhan ATK (alat tulis kantor).

Seiring perjalanannya, lanjut Iqbal, Marthen Napang mendatangi John Palinggi dan menawarkan dirinya untuk siap membantu penyelesaian jika ada perkara berkaitan di Mahkamah Agung. Bahkan, ketika itu, Marthen Napang sempat meyakinkan John Palinggi dengan menunjukkan 12 putusan yang pernah dimenangkannya di Mahkamah Agung.

Gayung pun bersambut. Beberapa lama kemudian, Orang Tua Angkat John Palinggi yang bernama Insinyur A Setiawan sedang berperkara. Dan kasusnya saat itu berproses di tingkat Mahkamah Agung.


Lalu Marthen Napang meminta berkas terkait kasus tersebut kepada John Palinggi. Marthen Napang juga meminta sejumlah dana operasional terkait pengurusan kasus tersebut kepada John Palinggi.

“Dana operasional itu pun ditransfer secara bertahap, sesuai permintaan Marthen Napang, kepada tiga rekening atas nama yakni Elisan Novita, Suaeb, dan Sa’dudin,” bebernya.

Iqbal melanjutkan, dalam perjalanannya, John Palinggi menanyakan perkembangan kasus tersebut kepada Marthen Napang. Kembali Marthen meyakinkan John Palinggi agar tetap tenang menunggu putusan Mahkamah Agung tersebut.

Selang beberapa lama, ada email yang diduga atas nama Marthen Napang yang dikirimkan ke email John Palinggi.

“Setelah di print out email tersebut, ternyata berisi putusan Mahkamah Agung yang memenangkan atau mengabulkan perkara Ir A Setiawan yang diurus oleh Marthen Napang,” katanya.


Seminggu berlalu, lanjut Iqbal, John Palinggi merasa perlu mengecek kebenaran putusan Mahkamah Agung yang diduga dikirim via email Marthen Napang.

“Alhasil, didapatkan informasi dari Staf Mahkamah Agung bahwa ternyata Putusan Mahkamah Agung yang dimaksud ditolak. Bukannya dikabulkan seperti isi email yang diduga dikirim Marthen Napang,” bebernya.

Berawal dari sini, tegas Iqbal, kemudian John Palinggi melaporkan Marthen Napang ke Polda Metro pada 22 Agustus 2017. Dalam perjalanannya, proses perkara ini berjalan sempat berjalan ditempat.

Memasuki tahun ketujuh perjuangan John Palinggi meraih keadilan, akhirnya Marthen Napang ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 4 Juni 2024. Tidak lama kemudian, Marthen Napang ditahan di Direktorat Perawatan Penahanan dan Alat Bukti Polda Metro Jaya sejak tanggal 20 Juni 2024.

Tak terima ditangkap dan ditahan, Marthen Napang mengajukan gugatan praperadilan terhadap Polda Metro Jaya. Dimana Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, akhirnya kembali menolak gugatan praperadilan yang diajukan Marthen Napang terkait sah atau tidaknya penangkapan yang dilakukan oleh Kapolda Metro Jaya Cq Unit II Subdit Kamneg.

Dalam amar putusannya tertanggal 8 Juli 2024, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan seluruhnya dan membebankan pemohon membayar biaya perkara sejumlah nihil.


Saksi Korban Dilaporkan Bertubi-tubi

Selama kasus ini bergulir, menurut Iqbal, kliennya yang merupakan Saksi Korban Dr John Palinggi, MM, MBA, sudah tiga kali dilaporkan pencemaran nama baik oleh Marthen Napang di Polres Makassar.

“Bahkan John Palinggi sempat tersangka 17 bulan, namun kasus dihentikan karena tidak ada dasar hukumnya. Bisnis beliau pun jadi terganggu dan mengalami kerugian besar lantaran status tersangka tersebut,” tegas dia.

Iqbal melanjutkan, tak cukup sampai disitu, Marthen Napang ajukan praperadilan terhadap Polres dan Polda di Pengadilan Negeri Makassar, tapi putusan Hakim menolak prapreadilan tersebut.

Gugatan demi gugatan kembali dilayangkan oleh Marthen Napang. Tiga tahun kemudian John Palinggi dilaporkan lagi di Makassar terkait pencemaran nama baik tapi dihentikan karena tidak ada dasar hukum.

Begitu juga ketika John Palinggi dilaporkan lagi di Polda Metro Jakarta terkait pencemaran nama baik, tapi lagi-lagi kasus tersebut dihentikan karena tidak berdasarkan hukum.


“Kekalapan Marthen Napang pun semakin menjadi dimana Polda Sulawesi Selatan digugat perdata sebesar 40 Miliar di PN Makassar, namun gugatan tersebut ditolak seluruhnya,” jelas dia.

Bahkan, lanjut Iqbal, ketika Marten Napang naik banding juga ditolak oleh Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan.

“Selain kasusnya berproses di Polda Metro Jaya, sampai saat ini juga Marthen Napang menunggu putusan kasasi setelah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Makassar yang menolak banding terdakwa Marthen Napang terkait dugaan membuat laporan palsu dengan vonis 6 bulan penjara,” tandasnya. (VIC).

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan