IndonesiaVoice.com | Organisasi pemuda yang tergabung dalam Aliansi Mentawai Bersatu (AMB) meminta DPR RI merevisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Undang-undang itu dinilai diskriminatif terhadap masyarakat Kabupaten Kepulauan Mentawai.
“Ya tidak apa-apa, kalau ada yang merasa, kita terbuka untuk itu. Perlu diketahui di Undang-undang tersebut sudah jelas bahwa Sumbar ada 19 kabupaten kota, ada Mentawai di sana,” kata Gubernur Sumbar Mahyeldi menanggapi hal itu usai menghadiri rapat paripurna di DPRD Sumbar, Selasa (16/8/2022), seperti dilansir dari SuaraSumbar.id.
Mahyeldi menjelaskan, di Undang-undang tersebut juga ada bunyi kearifan lokal kita adalah “adat basandi syarak dan adat salingka nagari” tidak ada yang ditinggalkan.
Baca juga: Gubernur Lampung: Penguatan Kearifan Lokal Cegah Intoleransi
Terkait penilaian ada diskriminasi dan sebagainya, Mahyeldi membantah hal itu. “Tidak ada diskriminasi, tidak boleh Undang-undang diskriminasi. Itu semuanya dalam kerangka kesatuan Republik Indonesia,” jelasnya.
Tak hanya itu, Mahyeldi mengatakan, ada yang mengatakan Sumbar akan menjadi Aceh berikutnya.
“Padahal tidak, Aceh kan punya Undang-undang, ada pasal-pasal di dalamnya sudah dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia,” katanya.
“Kita upayakan, bagaimana kita memberikan hak-hak pada seluruh etnis yang ada di suatu daerah. Kalau kita lihat Sumbar sudah sangat bagus akulturasinya. Menurut saya sumbar paling baik akulturasinya,” imbuhnya.
Baca juga: Mentuhankan Isteri, Aliran Kepercayaan Baru di NTT ini Dianggap Menyimpang
“Saya kira perihal merevisi, memang ada peluang itu. Itu kalau mau direvisi ke MK. Itu urusan pusat kan Undang-Undang. Saya kira sebaiknya dibaca lebih utuh. Jangan dipahami sebagian saja,” ujarnya lagi.
Mahyeldi juga mengimbau para pengamat untuk jangan mengamati sebagian dari UU tersebut, namun jelaskan secara komprehensif dan semua penafsiran jangan satu ayat atau setengah ayat.
“Nanti seperti orang melihat gajah. Beda-beda jadinya, yang melihat kaki gajah, atau telinga gajah, atau belalainya. Mari kita cerdaskan masyarakat kita dengan analisa dan pemikiran. Ini tugas intelektual menjelaskan itu semua,” pungkasnya.
Sebagai informasi, dalam Rapat Forkopimda sebelumnya Mahyeldi secara khusus membahas kritikan terhadap UU Provinsi Sumbar.
Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra, Devi Kurnia menilai masalah ini hanya diakibatkan salah persepsi. Sebab tidak ada keistimewaan Provinsi Sumbar dalam regulasi tersebut seperti isu yang beredar.
“Undang-Undang Sumbar ini dasarnya hanyalah pembaharuan dari UU sebelumnya tentang pembentukan Sumatera Tengah. Adanya isu UU ini untuk menjadikan Sumbar bersyariah, itu tidak benar,” tegas Devi.
“Ini bukan UU tentang keistimewaan seperti di Aceh. Termasuk isu keterabaian Mentawai juga tidak benar. Semua sudah clear tentang pernyataan kepulauan Mentawai, semua terakomodir, ini hanya masalah tafsir,” pungkasnya.
(Victor Sibarani)
Be the first to comment