
Suasana Ballroom NTV Tower, Pulomas, Jakarta, Senin (18/8/2025), dipenuhi semangat kebangsaan dan kebudayaan. Ratusan pasang mata tertuju pada panggung megah tempat Menteri Kebudayaan Fadli Zon berdiri, menyampaikan pidato dalam rangka Apresiasi I Batak Center sekaligus perayaan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia dan HUT ke-7 Batak Center.
Deretan tokoh nasional tampak hadir yaitu Ketua Umum DPN Batak Center Ir. Sintong M Tampubolon didampingi Sekjen Batak Center Drs Jerry R Sirait, pendiri sekaligus Presiden Komisaris NTV Nurdin Tampubolon, Presiden Direktur NTV Don Bosco Selamun, Brigjen Polisi (Purn.) Dr. A. Mapparessa selaku Ketua Umum Forum Silaturahmi Keraton Nusantara hingga Irjen Kementerian Kebudayaan Fryda Lucyana.
Dari kalangan seniman dari keluarga Sidik Sitompul, pengarang Lagu O Indonesia yang diubah menjadi Lagu O Tano Batak, juga turut meramaikan acara.
Indonesia, 80 Tahun Tegak Berdiri
Dalam pidatonya, Fadli Zon menekankan bahwa usia 80 tahun kemerdekaan merupakan capaian luar biasa yang tidak dimiliki banyak negara.
“Uni Soviet bahkan hanya bertahan kurang dari 70 tahun. Yugoslavia, salah satu pendiri Gerakan Non Blok, pecah menjadi tujuh negara. Indonesia bersyukur masih tegak, berdaulat, dan stabil,” ujarnya.
Fadli menambahkan, kekuatan bangsa tidak hanya bertumpu pada ekonomi dan politik, tetapi juga budaya. Budaya, katanya, adalah perekat dan pengikat, bukan pemecah.
Megadiversity, Kekayaan Budaya Nusantara
Fadli menyoroti betapa kayanya Indonesia dengan lebih dari 1.340 suku bangsa dan 718 bahasa daerah.
“Kita tidak sekadar diversity, tetapi mega diversity. Hingga kini Kementerian Kebudayaan mencatat lebih dari 2.200 warisan budaya tak benda, padahal potensinya bisa mencapai 60 ribu,” ungkapnya.
Ia mengingatkan, budaya bukan sekadar warisan, melainkan aset nasional yang harus diperlakukan layaknya “harta karun” negara.
“Bukan hanya nikel, batubara, atau minyak. Budaya adalah kekuatan soft power kita di mata dunia,” katanya, seraya mencontohkan bagaimana Hollywood, Bollywood, dan Korean Wave menjadi simbol kekuatan budaya global.
Dari Goa Purba Hingga Gelombang Digital
Menteri Kebudayaan itu juga mengangkat fakta arkeologis, seperti lukisan purba di Goa Leang Karampuang, Maros, yang berusia lebih dari 51 ribu tahun.
Penemuan tersebut, menurutnya, menegaskan posisi Nusantara sebagai salah satu peradaban tertua dunia. Namun Fadli juga menyoroti tantangan era digital.
“Generasi sekarang hidup dalam banjir informasi. Maka budaya lokal, bahasa, manuskrip, hingga permainan tradisional harus terus dijaga. Museum dan pusat kebudayaan tidak boleh jadi etalase mati, tapi menjadi pusat edukasi dan literasi,” tegasnya.
Baca juga: HUT Ke-6, Batak Center Cetuskan Manifesto Kebudayaan untuk Indonesia Emas 2045
Batak Center, Penjaga Budaya dan Identitas
Mengapresiasi peran Batak Center dan Forum Silaturahmi Keraton Nusantara, Menteri Fadli Zon menyebut kedua organisasi ini sebagai penjaga warisan budaya sekaligus motor perekat keberagaman.
Ia bahkan menyarankan dibangunnya Museum Batak sebagai etalase peradaban Nusantara.
Di penghujung pidato, Fadli mengingatkan kembali pesan konstitusi: negara wajib memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan akar budayanya. Budaya adalah fondasi Indonesia Emas,” pungkasnya, disambut tepuk tangan riuh hadirin.
Acara kemudian ditutup dengan doa syukur, penampilan seni, serta semangat yang mengalir dari panggung ke seluruh ruangan—semangat merawat keberagaman budaya menuju Indonesia Emas 2045. (VIC)
#FadliZon #BatakCenter #HUTRI80 #IndonesiaEmas #KebudayaanNusantara #MegaDiversity #WarisanBudaya #SoftPowerIndonesia #MuseumBatak #BudayaAdalahKekuatan
Be the first to comment