IndonesiaVoice.com– Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (APRINDO) Roy Nicholas Mandey mengutarakan sektor retail atau sektor hilir turut berkontribusi menopang perekonomian Indonesia.
“Kita ketahui dari tahun ke tahun, siapapun pemimpin negara ini, konsumsi rumah tangga selalu diatas 50 persen yang turut berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujar Roy Nicholas Mandey dalam acara Seminar BDExpo 2024 bertajuk “Innovation And Business Opportunities In The Retail Industry In Indonesia: Perspective From APRINDO & AUMI” yang digelar PT Meorient Exhibition International dan China Home Life Indonesia di JIEXPO Kemayoran, Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Selain Roy Nikolas Mandey (Ketum APRINDO), hadir juga sebagai pembicara Satria Gunayoman (Deputy Chairman For Coorperation & Invesment Indonesia Medium Enterprises Association) dan dipandu oleh Ketua Umum CEO Business Forum Indonesia (CBF) Jahja B Soenarj0.
“Pun, ketika bicara produk domestik bruto (Gross Domestic Production), konsumsi rumah tangga juga menjadi kontributor pertumbuhan ekonomi dari waktu ke waktu di Indonesia. Nggak pernah pertumbuhan ekonomi kita di bawah 50 persen. Kecuali ketika terjadi pergantian zaman reformasi pada tahun 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat turun 5 persen, menjadi 3 sampai 3,5 persen. Tapi setelah itu selalu diatas 5 persen karena kontribusinya itu didukung oleh konsumsi rumah tangga,” lanjut dia.
Menurut Roy Mandey, peran konsumsi rumah tangga itu betul-betul berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi. Sebab 278 juta penduduk Indonesia saat ini tentu perlu makan dan minum, perlu bahan pokok dan penting, perlu beras, minyak goreng, gula, susu, makanan bergizi baik siap saji maupun kalengan serta orang tua pun perlu gizi yang bagus.
“Dan semua konsumsi rumah tangga itu bisa sampai ke masyarakat melalui retail. Pabrik atau produsen nggak pernah berjualan langsung, tapi pasti melalui retail untuk bisa sampai ke konsumen,” imbuhnya.
Roy menjelaskan lebih jauh bagaimana sektor retail berkaitan dengan konsumsi rumah tangga bisa mempengaruhi prospek ekonomi Indonesia.
“Selagi ketersediaan pangan dan sandang itu dapat dipenuhi oleh pemerintah untuk menjaga kestabilan, maka konsumsi menjadi kontributor utama dalam pertumbuhan ekonomi kita,” urai dia.
Lebih lanjut Roy menguraikan, kondisi dunia global saat ini dipengaruhi dinamika geopolitik yang menyebabkan instabilitas dan terjadi defisit supply chain. Lalu, climate change dimana suhu udara naik 1,5 sampai 2 derajat celcius yang sudah dimulai dari 5-6 tahun terakhir di Indonesia. Kenaikan suhu 1 derajat celcius saja itu berarti terjadi peningkatan cuaca panas dan yang cuaca dingin yang ekstrim. Hal ini mengakibatkan pencairan es di kutub utara dan kutub selatan sehingga kenaikan air laut juga signifikan. Akibat lainnya, kini lebih sering banjir karena banjir rob. Selain itu, lahan-lahan sawah kini berganti menjadi lahan properti.
“Kondisi global itu semua mempengaruhi turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara. Suasana global tersebut membuat beberapa negara maju sekarang pertumbuhan ekonominya tidak lebih dari 2 sampai 3 persen. Jadi, setengahnya Indonesia. Bahkan negara modern yang maju sekalipun seperti Jepang dan negara-negara Eropa pertumbuhan ekonominya di bawah 1 persen. Nah, Indonesia terakhir masih tercatat pertumbuhan ekonominya 5,05 persen pada tahun 2023. Memang sedikit turun dari 2022 yakni 5,31 persen. Tetapi penurunannya itu tidak dibawah 5 persen,” beber dia.
“Nah siapa yang menggerakkan ini? tentunya selain pabrikan manufaktur yang terus produksi, tapi juga sektor hilir yang terus berproduksi dan tetap melakukan ekspansi toko guna menjangkau masyarakat untuk lebih lagi memiliki kemampuan konsumsi,” imbuhnya.
Melihat gambaran di atas, Roy sebagai pengusaha optimis melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih diatas 5 persen.
“Kita cukup optimis. Pengusaha harus optimis. Jadi kita tetap optimis asalkan konsumsi rumah tangga tetap dijaga maka pertumbuhan ekonomi kita akan terjaga,” kata dia.
Menurut Roy, meskipun pemerintah tidak menjalankan apa-apa tapi tetap menjaga ketersediaan untuk sandang, pangan, kestabilan harga serta ketersediaan bahan pokok dan penting, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia pasti diatas rata-rata 5 persen.
“Itu kalau pemerintah tidak melakukan apa apa. Apalagi kalau pemerintah melakukan sesuatu maka bisa jadi pertumbuhan ekonomi mencapai 5,4 sampai 5,5 persen. Bahkan tidak tertutup kemungkinan ketika ekspor dan investasi kita melonjak, maka pertumbuhan ekonomi kita bisa mencapai 6 persen. Jadi, dukungan pemerintah menjadi kata kunci jalannya usaha retail dan sektor lainnya,” tandasnya.(*)
(Victor)
Be the first to comment