TNI Jaga Kejaksaan, Dr. John Palinggi: Langkah Konstitusional, Bukan Intervensi

john palinggi
Pengamat Militer, Dr John Palinggi, MM, MBA

IndonesiaVoice.com – Telegram Panglima TNI Nomor STR/370/2025 tertanggal 5 Mei 2025 yang memerintahkan seluruh jajaran TNI untuk menyiapkan dan mengerahkan alat kelengkapan dukungan bagi Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia menuai pro dan kontra.

Namun, langkah ini dinilai legal dan strategis oleh pengamat militer Dr. John Palinggi, MM, MBA, yang menegaskan bahwa dukungan TNI terhadap lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan merupakan bagian dari amanat Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004.

“Masyarakat jangan selalu apriori terhadap TNI. Ini bukan bentuk intervensi, melainkan dukungan yang sah secara hukum,” kata Dr. John Palinggi dalam wawancara eksklusif.

Telegram Panglima dan Basis Hukumnya

Perintah Panglima TNI tersebut mengacu pada kewenangan dalam Pasal 7 Ayat (2) UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya poin ke-10 yang menyebutkan bahwa TNI dapat membantu tugas-tugas kepolisian dalam rangka menegakkan keamanan, ketertiban masyarakat, dan penegakan hukum. Hal ini juga relevan dalam konteks sinergi antar lembaga penegak hukum, termasuk kejaksaan.

Menurut data dari Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), pada tahun 2024 terdapat lebih dari 1.300 kasus hukum strategis yang membutuhkan pengamanan, terutama dalam kasus korupsi kelas kakap dan tindak pidana lintas wilayah.

Dukungan keamanan dari TNI diharapkan mempercepat proses penegakan hukum tanpa ancaman gangguan fisik atau tekanan massa.

Situasi Nasional Dinilai Tidak Stabil

Dr. John Palinggi menyoroti konteks penting di balik keluarnya telegram tersebut. Ia menyebut bahwa stabilitas nasional tengah terancam oleh meningkatnya ketidaktertiban masyarakat, unjuk rasa tanpa koridor hukum, hingga intimidasi terhadap institusi negara.

“Hampir 80 persen investasi dari Banten sampai Jawa Timur terhenti karena ketakutan akan instabilitas. Bahkan ada kelompok sipil yang mulai bertindak seperti militer,” ujarnya.

Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan penurunan 22% realisasi investasi asing pada triwulan pertama 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini dikaitkan dengan memburuknya persepsi keamanan domestik.

Bukan Dwifungsi, Bukan Intervensi

Dr. John menegaskan bahwa perintah Panglima TNI ini tidak bisa disamakan dengan praktik dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru.

Menurutnya, segala tindakan TNI dilakukan atas dasar permintaan resmi dari lembaga negara, dan tidak serta-merta mencampuri urusan teknis penegakan hukum.

“TNI bukan datang seenaknya. Kalau Kejaksaan Agung merasa kewalahan atau mendapat ancaman, mereka bisa meminta dukungan. Ini legal dan prosedural,” tegasnya.

Ia juga menyoroti banyaknya kritik yang tidak berbasis data dan cenderung menyudutkan institusi militer.

“Saya katakan, jangan asal tuduh. Sudah terlalu banyak pengkhianatan terhadap negara ini. Tapi TNI tetap teguh menjaga NKRI,” tambahnya.

Mengapa Perlu Dukungan TNI?

Menurut data internal Kejaksaan Agung yang dihimpun akhir April 2025, terdapat peningkatan signifikan ancaman terhadap jaksa saat menjalankan tugas, terutama dalam kasus besar seperti mafia pelabuhan, kejahatan perikanan, dan tindak pidana ekonomi yang menyangkut aktor-aktor transnasional.

Dalam konteks ini, keterlibatan TNI menjadi bentuk back-up konstitusional yang tidak melampaui batas hukum. Sebagaimana disebut dalam UU Nomor 3 Tahun 2025 yang memperkuat peran TNI dalam operasi penegakan hukum di wilayah perairan, dukungan tersebut bersifat teknis dan terbatas.

Menjaga Netralitas TNI

Menanggapi kekhawatiran publik soal netralitas, Dr. John Palinggi kembali menegaskan bahwa Panglima TNI sudah sangat selektif dalam menindaklanjuti perintah-perintah dukungan tersebut.

“Jangan disamakan dengan politisasi. TNI tidak mencari panggung. Mereka menjalankan tugas dalam garis komando presiden, dan itu sah menurut hukum,” jelasnya.

Dalam sistem komando TNI, Panglima berada di bawah Presiden sebagai panglima tertinggi. Setiap langkah koordinatif maupun operasional, masuk dalam lingkup perintah resmi dan bukan inisiatif politis.

Stabilitas Adalah Kunci

Dr. John Palinggi mengingatkan bahwa keutuhan negara harus menjadi prioritas bersama. Menuduh TNI dengan narasi lama tanpa bukti, menurutnya, adalah bentuk pengingkaran terhadap pengorbanan para prajurit.

“TNI itu bukan lembaga politik. Kalau negara ini lumpuh karena hukum tak berjalan, siapa yang bisa jamin kestabilan? TNI dan Polri harus solid. Itu amanat konstitusi,” pungkasnya.

Telegram Panglima TNI menjadi cermin sinergi antarlembaga dalam situasi hukum dan sosial yang semakin kompleks.

Kritik tentu sah disampaikan, tapi mesti berbasis data dan tidak menumbuhkan kecurigaan tak berdasar kepada institusi yang telah menjadi garda terdepan penjaga kedaulatan bangsa.(Vic)

 

 

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan