IndonesiaVoice.com – Di malam yang sunyi pada Minggu, 29 Juni 2025, tubuh Dra. Alida Handau Lampe Guyer, M.Si, mengirimkan isyarat yang tak biasa.
Lidah dan kakinya kebas, keseimbangan tubuh hilang, kepala terasa berat, dan napas mulai tersengal.
Dalam keheningan malam, alarm kehidupan berbunyi keras dalam dirinya. Ia tahu: ini bukan keluhan biasa. Ada yang darurat.
Namun, dalam segala ketergesaan dan kepanikan, berkat kehadiran seorang suster dan sang suami serta sang sopir yang belum sempat terlelap, keputusan pun diambil dalam hitungan menit. Tanpa membuang waktu, mereka membawa Alida ke RS Advent Bandung.
Baca juga: Parkindo Dukung Pembentukan Provinsi Tapanuli dan Universitas Negeri Tapanuli Raya
Di sanalah, kehidupan kedua dimulai. Ia terkena stroke ulang, penyakit yang tidak memberi banyak waktu untuk berpikir.
Tapi syukurlah, tindakan cepat dalam Golden Hour menjadi pembeda antara bahaya yang membayangi dan harapan yang menyala.
“Saya angkat topi dan sangat berterima kasih kepada IGD RS Advent atas pelayanan yang cepat dan penanganan yang tepat,” tutur Alida, dengan nada penuh syukur.
Ironisnya, inilah kali pertama dirinya menggunakan BPJS Kesehatan, dan awalnya ia menyimpan keraguan.
Baca juga: POLITIK IDENTITAS DAN SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA
Tak jarang ia mendengar cerita-cerita miring tentang pelayanan pasien BPJS. Namun pengalaman yang ia alami justru menjadi kesaksian berbeda — penuh hormat dan kehangatan.
Setibanya di IGD, tim medis bergerak cepat: tekanan darah dikendalikan, infus dan obat diberikan, darah diambil dan langsung dikirim ke laboratorium.
Tidak berhenti di sana, pemeriksaan jantung, X-Ray, dan CT Scan dilakukan dalam tempo yang nyaris tak memberi ruang untuk panik. Semua berlangsung cepat, akurat, dan manusiawi.
“Penanganan yang cepat dan tepat berhasil menurunkan tekanan darah saya ke titik normal,” katanya mengenang momen penuh ketegangan itu.
Baca juga: GMKI Bandung Desak Pemkot Bandung Tindak Tegas Oknum Pejabat yang Korupsi dimasa Pandemi
Tanpa ribet, ruangan perawatan pun langsung tersedia. Kamarnya bersih, lapang, dengan fasilitas sederhana namun memadai.
Namun yang lebih menyentuh hati Alida bukan sekadar alat atau ruangan, melainkan sentuhan kasih para perawat, terutama Suster Florence dan tim Bougenville I, yang melayani bukan hanya dengan profesionalisme, tapi juga kelembutan hati.
“Para suster begitu penuh perhatian, ramah, dan penuh kasih sayang. Saya merasa dirawat, bukan sekadar diobati,” ujarnya dengan mata berkaca.
Setiap tindakan dilakukan sistematis. Hasil lab dikirim via WhatsApp langsung ke ponsel pasien, tekanan darah diperiksa berkala, infus dan obat diberikan rutin, dan semua pertanyaan pasien dijawab dengan sabar. Tak ada yang terlewat.
Baca juga: Gandeng GPBD, GMKI Bandung Kunjungan Desa di Jawa Barat
Dan setelah tiga hari tiga malam, kabar gembira itu datang: Alida dinyatakan sembuh dan sehat.
Ia diperbolehkan pulang. Namun ia juga mencatat satu catatan penting: proses check-out yang terlalu lama dan berbelit-belit.
“Pasien yang hendak pulang secara psikologis tentu ingin segera bertemu keluarga. Menunggu terlalu lama bisa memicu stres, apalagi bagi penderita stroke seperti saya,” tulisnya dalam refleksi yang jujur.
Namun kekurangan kecil itu tidak mengurangi rasa syukur dan kekagumannya. Melalui kesaksian ini, Alida ingin menguatkan hati banyak orang — bahwa layanan kesehatan melalui BPJS dan RS Advent mampu menyentuh, menyelamatkan, dan menghadirkan mukjizat kecil dalam dunia medis.
“Pengalaman berharga ini ingin saya bagi untuk semua orang. Semoga bermanfaat,” tutupnya penuh harap.
Kesaksian Alida adalah bukti bahwa ketika sistem, kasih, dan kecepatan bekerja bersama, keajaiban bisa terjadi — bahkan di tengah malam yang mencekam.
(Victor)
Be the first to comment