Kisah Inspiratif Profesor Aarce Tehupeiory, Dari Saparua hingga Guru Besar Hukum Agraria

Dalam orasinya yang berjudul "Formula Kebijakan Pencegahan dan Pemberantasan Kasus-kasus Tanah untuk Pembangunan Kepentingan Umum," Prof. Aarce menekankan betapa krusialnya tanah dalam kehidupan manusia.

Prof. Dr. Aarce Tehupeiory, S.H., M.H
Prof. Dr. Aarce Tehupeiory, S.H., M.H., dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Agraria dan Pertanahan

IndonesiaVoice.com – Angin sejuk memenuhi Auditorium Graha William Soeryadjaya Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta, (24/6/2025) saat Prof. Dr. Aarce Tehupeiory, S.H., M.H., dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Agraria dan Pertanahan.

Suasana haru dan bangga menyelimuti aula, menandai puncak perjalanan spiritual dan akademik seorang perempuan tangguh yang tak pernah menyangka akan mencapai posisi setinggi ini.

Pengukuhan ini dihadiri oleh jajaran pimpinan universitas, dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. Terlihat juga beberapa tokoh nasional seperti Dr. Drs. Manuel kaisiepo, S.IP., M.H (Menteri Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia, Masa jabatan th. 2000 – th. 2004).

Dr. Maruarar Siahaan, SH., MH (Hakim Mahkamah Konstitusi RI Masa jabatan tahun 2003 – 2008), Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH (Anggota DPR RI Komisi III menjabat tahun 2019 – sekarang), H. Ganjar Pranowo, SH., M.IP (Gubernur Jawa Tengah periode tahun 2013-2023).

Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.H. (Hakim Konstitusi periode 2020-2034), Sabam Sinaga (Komisi X DPR RI), Enrico Simanjuntak (Hakim Tata Usaha), Pejabat Biro Hukum & Advokasi Beacukai, selain itu Rita Kulibongsi (Komisioner Komisi Kejaksaan RI) juga turut hadir memberikan dukungan dan apresiasi atas capaian akademik yang diraih oleh Prof. Dr. Aarce Tehupeiory, S.H., M.H.

Aarce Tehupeiory
Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Agraria dan Pertanahan Prof. Dr. Aarce Tehupeiory, S.H., M.H.

Jejak Sang Petualang Cilik dari Saparua

Lahir di Saparua, Maluku Tengah, Tahun 1965, masa kecil Aarce diliputi kebahagiaan dalam dekapan kasih sayang kedua orang tuanya yang berlatar belakang teologi.

“Nusir mau tahu aja,” kenang ibunya, menggambarkan rasa ingin tahu Aarce yang tak ada habisnya.

Pamannya bahkan meramalkan, “Ini cocok jadi sarjana hukum,” melihat kemampuan Aarce menggali setiap pertanyaan hingga ke akar-akarnya.



 

Baca juga: Konflik Agraria di Tanah Batak, Kedurhakaan TPL terhadap Bangso Batak di Tanah Batak

Didikan orang tua dan lingkungan keluarga membentuk logikanya yang sistematis.

Di masa kecilnya, Aarce adalah seorang tomboy. Bersepeda dan berenang adalah hobinya, bahkan hingga kulitnya terbakar matahari.

Kesibukan masa kecil ini menjadi fondasi bagi dirinya yang kini menemukan ketenangan dalam golf, sebuah olahraga yang ia geluti mengikuti jejak sang ayah.

“Konsentrasi, tenang, baru pukul kena sasaran,” filosofi golf yang diajarkan ayahnya, kini menjadi pedoman hidupnya: tenang, fokus, baru bertindak.

Pendidikan dasarnya ditempuh di TK Pertiwi, SD Negeri Cipinang Cempedak 05, SMP Negeri 36 Jakarta, dan SMA Negeri 54 Jakarta Timur. Selepas SMA, takdir membawanya ke Fakultas Hukum UKI, tempat ia lulus S1 dengan predikat cum laude.



 

Baca juga: Perampasan Tanah dan Kriminalisasi Warga di Kawasan Danau Toba

Merajut Benang Merah Hukum Tanah, Dari Dosen hingga Doktor

Setelah berkarya di luar, Aarce mengabdikan diri sebagai dosen di UKI pada November 1998, di masa reformasi.

Semangatnya untuk terus belajar membawanya meraih gelar S2 Hukum di Universitas Indonesia pada 2004, di mana ia memperdalam ilmu hukum agraria dan pertanahan.

Di sinilah ia bertemu dengan mendiang Prof. Arie Hutagalung, seorang ahli hukum agraria yang banyak membentuk pola pikirnya.

Perjalanan akademiknya berlanjut ke jenjang S3 di Universitas Indonesia, yang berhasil ia selesaikan pada 24 Juni 2016.

Di bawah bimbingan para promotor terkemuka seperti Prof. Arie Hutagalung, Prof. Rosa Agustina, dan Dr. Juven Rijal, Aarce diasah untuk berpikir secara sistematis dan logis dalam hukum tanah.



 

Baca juga: Warga Dairi Bukan Tumbal Tambang, MA Didesak Tegakkan Keadilan Demi Keselamatan Masyarakat

Sembilan tahun kemudian, impian yang tak pernah ia sangka terwujud yakni menjadi guru besar.

“Ini adalah sebuah perjalanan spiritual,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca. “Saya tidak mungkin menjadi guru besar tanpa campur tangan Tuhan.”

Tanah, Lebih dari Sekadar Aset, Sebuah Amanah Kehidupan

Dalam orasinya yang berjudul “Formula Kebijakan Pencegahan dan Pemberantasan Kasus-kasus Tanah untuk Pembangunan Kepentingan Umum,” Prof. Aarce menekankan betapa krusialnya tanah dalam kehidupan manusia.

Filosofi yang diwariskan orang tuanya, yang bersumber dari teologi, mengajarkan bahwa manusia diciptakan untuk mengelola tanah.

Ia menyoroti banyaknya masalah tanah di Indonesia, terutama yang menimpa kelompok marginal seperti perempuan janda dan masyarakat adat.



 

Baca juga: YPDT: Hentikan Pelanggaran HAM dan Pembodohan di Kawasan Danau Toba

“Tanah jangan dijual mutlak, karena Akulah pemilik tanah itu,” kutipan dari Imamat 25 ayat 23 yang dibacakan oleh Pendeta Gomar Gultom dalam ibadah syukur, menjadi landasan pemikiran Prof. Aarce.

Ia berpendapat bahwa tanah bukan sekadar aset, melainkan entitas suci milik Tuhan yang harus dikelola demi kemaslahatan orang banyak, bukan untuk penumpukan kekayaan segelintir pihak.

Dalam paparannya, Prof. Aarce menguraikan berbagai masalah agraria di Indonesia, termasuk tidak adanya aturan yang jelas antar lembaga pertanahan, persekongkolan, serta kolaborasi antara oknum aparat penegak hukum dan mafia tanah.

Ia mengusulkan solusi konkret, seperti penguatan regulasi, pembentukan lembaga independen, digitalisasi data tanah dengan teknologi blockchain untuk transparansi dan keamanan, serta peningkatan pengawasan dan penegakan hukum.

Lebih lanjut, ia mendorong pemberdayaan masyarakat dan penerapan pendekatan yang tidak bias gender dalam penanganan kasus tanah, khususnya untuk melindungi perempuan yang sering menjadi korban mafia tanah.



 

Baca juga: Rapor Merah Pembangunan Kawasan Danau Toba selama 10 Tahun Era Jokowi

Rekomendasi utamanya adalah pembentukan undang-undang khusus tentang pencegahan dan pemberantasan kasus tanah, penguatan koordinasi antarlembaga, implementasi pelaporan digital, serta pendidikan hukum agraria bagi masyarakat.

Dedikasi dan Kerendahan Hati Seorang Profesor

Momen pengukuhan Prof. Aarce bukan hanya tentang pencapaian pribadi, tetapi juga tentang nilai-nilai luhur yang ia junjung tinggi.

Terinspirasi dari filosofi ilmu padi yang “semakin menguning, semakin menunduk,” ia senantiasa merendahkan diri dan berpegang pada nasihat orang tuanya: “Keadilan harus diberikan dan dirasakan oleh semua orang yang memerlukan bantuan kita.”

Dalam pidato penutupnya, ia menyampaikan terima kasih tak terhingga kepada semua pihak yang telah mendukungnya, termasuk Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, LLDikti Wilayah 3, Yayasan UKI, Rektorat dan Senat UKI, para dosen pembimbing, serta keluarga tercinta. Ia menutup dengan keyakinan bahwa pencapaian ini adalah semata karena anugerah dan kemurahan Tuhan.

Rektor UKI, Prof. Dr. Dani Swaraka Harjono, S.H., M.H., MBE, menyambut gembira pengukuhan Prof. Aarce, yang menjadi guru besar ke-12 di UKI dalam empat tahun terakhir.



 

Ini menandai komitmen UKI sebagai “kampus kasih, kampus Bhinneka Tunggal Ika, kampus perjuangan, dan kini kampus unggul” untuk terus berkontribusi bagi bangsa dan negara.

Pengukuhan Prof. Dr. Aarce Tehupeiory adalah penanda bahwa ilmu pengetahuan, khususnya di bidang hukum agraria dan pertanahan, akan terus berkembang dinamis.

Dengan semangat pelayanan dan keadilan, Prof. Aarce diharapkan mampu membawa perubahan nyata, memastikan tanah Indonesia dikelola dengan baik demi kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat.

(Victor)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*