Rentetan Kapal Tenggelam, Capt. Anthon Sihombing Minta Presiden Prabowo Evaluasi Dirjen Hubla Kemenhub

anthon sihombing
Capt. Dr. Anthon Sihombing, MM., M.Mar., Ketua Umum International Maritime Organization (IMO) Watch.

IndonesiaVoice.com – Lautan Indonesia, yang semestinya menjadi nadi peradaban maritim, kini bergemuruh dengan duka.

Dalam dua pekan terakhir Juli, gelombang getir menelan tiga kapal, mengoyak citra bangsa di mata dunia.

Bukan sekadar angka, ini adalah kisah pilu tentang KMP Tunu Pratama Jaya yang karam hanya 24 menit setelah berlayar dari Ketapang menuju Gilimanuk pada 2 Juli.

Kemudian, KM Barcelona menyerah pada perairan Talise di Minahasa Utara pada 20 Juli, disusul terbaliknya kapal boat pembawa rombongan DPRD Mentawai di Selat Sipora, menyisakan sepuluh jiwa dalam pusaran misteri.



Baca juga: Dr. John Palinggi: Jangan Perpanjang Polemik Ijazah Jokowi, Percayakan ke Hukum

Serangkaian tragedi ini menambah daftar panjang setelah KMP Muchlisa tenggelam di Penajam Paser Utara dan Kapal Tanker Federal II terbakar di Batam pada Juni lalu.

Di tengah riuh rendah alasan yang selalu berujung pada “cuaca buruk“, seorang nakhoda senior bersuara.

Di Jakarta, pada Selasa (22/7/2025), Capt. Dr. Anthon Sihombing, MM., M.Mar., Ketua Umum International Maritime Organization (IMO) Watch, menyuarakan kegelisahan yang mengakar.

“Saya gak habis pikir, kenapa cuaca selalu menjadi alasan terjadinya kecelakaan kapal,” ujarnya, nadanya menyimpan kepedihan sekaligus kegeraman.



Baca juga: Audiensi dengan Bappenas, Ketum DPP PPPT JS Simatupang: Ada Celah Pemekaran Daerah dalam RPJMN Prabowo-Gibran

Bagi Anthon, kambing hitam bernama cuaca itu terlalu usang, terlalu sering digunakan untuk menutupi borok yang sebenarnya adalah kelaiklautan kapal.

Bukan Badai Tropis, Melainkan Badai Integritas

Ia membeberkan fakta yang tak terbantahkan. Topan taifun, badai ganas yang kerap dituding, sejatinya lebih sering berkelana di Filipina hingga Jepang, mencakup 62,3% dari total kejadian. Di Indonesia, taifun adalah anomali, bukan kebiasaan.

“Kalau terjadi taifun di Laut China, paling buntutnya ada di Laut Banda atau Laut Sulawesi, tapi tidak akan mencapai Selat Bali,” jelasnya, menepis mitos yang terus dihidupkan.

Analisisnya terhadap tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya sungguh menohok.

Kapal itu, katanya, sudah tak layak berlayar. Hanya 24 menit lepas jangkar, nyawa dan harapan ikut tenggelam.

Ini adalah “warning” keras bagi pemerintah, apalagi Pelabuhan Bali menjadi gerbang bagi turis mancanegara.



Baca juga: TPL Rugikan Alam dan Investor, Siapa Diuntungkan?

Anthon bersikeras, bangkai KMP Tunu Pratama Jaya dan KM Barcelona harus diangkat.

“Kementerian Perhubungan harus mengambil langkah tegas, melakukan evaluasi agar kejadian tersebut tidak terulang kembali,” serunya, suaranya menggelegar seperti peringatan di tengah lautan.

Pengalaman Adalah Nakhoda Terbaik

Anthon bicara bukan tanpa dasar. Sebagai nakhoda yang telah melanglang buana di samudra internasional, ia mengerti betul arti seaworthiness, sebuah prinsip fundamental dalam pelayaran.

“Jangan soal cuaca saja yang dijadikan kambing hitam. Sepanjang kapal layak berlayar, cuaca masih bisa diatasi,” tukasnya, menegaskan bahwa kecakapan teknis kapal adalah benteng pertahanan utama, bukan sekadar ramalan cuaca.

Ia tak sungkan melontarkan kritik pedas tentang kepemimpinan di sektor perhubungan. Sejak era reformasi, menurutnya, kursi Menteri Perhubungan seringkali salah sasaran.

“Yang terbilang lumayan jadi Menhub adalah Ignasius Jonan, selebihnya hanya pencitraan saja,” ucapnya blak-blakan.



Baca juga: Laporan Jokowi Soal Tuduhan Ijazah Palsu Naik ke Penyidikan, Ketum Bara JP, Willem Frans Ansanay: Ini Konsekuensi Fitnah, Bukan Kriminalisasi

Posisi vital itu, katanya, membutuhkan sosok yang benar-benar memahami seluk-beluk maritim, bukan sekadar tampil di panggung.

Desakan Perubahan, Menyelamatkan Marwah Bangsa

Capt. Anthon Sihombing tak hanya meratap, tapi juga menawarkan peta jalan. Ia meminta Presiden Prabowo untuk:

  • Mengevaluasi total kinerja Kementerian Perhubungan, khususnya Dirjen Perhubungan Laut.
  • Mengganti Kepala Syahbandar dan KSOP di lokasi kecelakaan.
  • Meratifikasi peraturan IMO, termasuk Konvensi SOLAS (Safety of Life at Sea), standar keselamatan global yang telah teruji.
  • Memaksimalkan peran Mahkamah Pelayaran untuk investigasi independen.
  • Mengevaluasi keagenan kapal asing yang mempekerjakan kru Indonesia, di mana banyak laporan tentang “penindasan” terhadap kru Tanah Air.

Bagi Ketua Umum Ikatan Nakhoda Niaga Indonesia (INNI) ini, setiap kecelakaan kapal adalah luka yang menganga, mencoreng citra Indonesia di mata internasional.


Baca juga: Ketum DPP BARA JP, Willem Frans Ansanay, Tegaskan Warga Papua Terima Wapres Gibran Dengan Senang Hati

Kondisi pelayaran di Tanah Air, ia akui, sangat ironis dan mendesak untuk dibenahi.

“Pemerintah harus bekerja keras untuk membenahi hal tersebut,” pungkas Anthon, sebuah seruan yang lebih dari sekadar harapan.

Ini adalah panggilan untuk bertindak, untuk memastikan bahwa lautan Indonesia tak lagi menjadi kuburan, melainkan jalur aman dan terpercaya bagi setiap jiwa yang berani mengarungi gelombangnya.

Akankah suara nakhoda senior ini memecah sunyi dan membimbing bahtera perhubungan laut Indonesia menuju pelabuhan keselamatan?

(Victor)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*