
Jakarta – IndonesiaVoice.com – Di tengah derasnya arus desentralisasi dan janji pemerataan pembangunan, Forum Koordinasi Nasional Percepatan Pembentukan Daerah Otonomi Baru Seluruh Indonesia (FORKONAS PP DOB Se-Indonesia) kembali menjadi sorotan.
Rakernas yang digelar di Jakarta ini menghadirkan sederet tokoh nasional, dari Ketua Umum Syaiful Huda, Ketua Dewan Pembina H. Tamsil Linrung, hingga Ketua Panitia Abdurrahman Sang.
Namun di balik agenda formal itu, muncul pertanyaan mendasar: apakah percepatan pemekaran benar-benar demi rakyat, atau justru alat politik untuk memperluas kuasa pusat di daerah?
Papua, Daerah Otsus yang Tak Perlu Menunggu Moratorium
Pernyataan tegas datang dari Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Tengah, Agustinus Anggaibak, S.M, yang menilai bahwa Papua seharusnya tak perlu menunggu pencabutan moratorium pemekaran daerah.
“Papua merupakan daerah otonomi khusus. Jadi ketika ada daerah-daerah yang ingin dimekarkan, hal itu bisa dilakukan tanpa menunggu moratorium,” ujar Agustinus.
Argumennya berangkat dari realitas: sejak 2022, pemerintah pusat telah memekarkan Papua dari dua menjadi enam provinsi. Tapi di lapangan, pembangunan justru berjalan timpang. Sumber-sumber di daerah mengungkapkan, pemekaran kadang tak dibarengi kesiapan infrastruktur dan administrasi.
Akibatnya, alih-alih membawa kesejahteraan, pemekaran justru melahirkan ketergantungan baru kepada Jakarta.
Baca juga: 100 Hari Pertama Gubernur Matius Fakhiri: Fokus Bangun SDM dan Semangat Kebersamaan
BP3OKP dan Tumpang Tindih Lembaga
Pernyataan Agustinus juga menyinggung hal yang lebih dalam: efektivitas lembaga negara.
Ia menyebut Badan Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (BP3OKP) yang sudah lama terbentuk namun dinilai “tak berjalan efektif”.
“BP3OKP sudah lama dibentuk, tapi belum berjalan efektif. Sekarang muncul lagi badan baru (Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Papua). Jangan sampai badan-badan ini malah membuat Otsus semakin rumit,” tegasnya.
Investigasi media sebelumnya juga menunjukkan adanya tumpang tindih wewenang antara lembaga daerah dan badan pusat, membuat dana triliunan rupiah dari Dana Otsus terserap tanpa transparansi penuh.
Fakta ini menimbulkan dugaan kuat: pemekaran bukan semata urusan kesejahteraan, tetapi juga jalur distribusi kekuasaan dan anggaran.
Baca juga: HUT TNI ke-80, Dr. John Palinggi: TNI Prima dan Rakyat Bersatu Demi Indonesia Maju
Usulan Kementerian Otonomi Daerah
Dalam forum yang sama, Agustinus melontarkan ide pembentukan Kementerian Otonomi Daerah, berdiri sendiri dan tidak di bawah kementerian lain.
“Kami sudah kirim surat resmi kepada Presiden. Ini bukan hanya soal Papua, tapi sembilan provinsi yang memiliki status otonomi khusus, termasuk Aceh dan DIY,” jelasnya.
Usulan ini menarik, tapi juga mengundang tanya. Jika BP3OKP saja belum efektif, apakah menambah satu kementerian baru akan menjadi solusi — atau justru menambah birokrasi baru tanpa arah yang jelas?
Beberapa pengamat menilai, ide itu perlu disertai reformasi sistem pengawasan dan transparansi dana, agar tak terulang “pesta lembaga” tanpa hasil nyata bagi rakyat di tanah Papua.
(Victor)
#FORKONAS #PemekaranDaerah #PapuaOtsus #MRPPapua #OtonomiKhusus #BP3OKP #KementerianOtda #RakernasFORKONAS #InvestigasiKebijakan #DesentralisasiIndonesia #PemerataanPembangunan #JurnalismeInvestigatif
Be the first to comment