
IndonesiaVoice.com – Usulan penambahan dana bantuan negara kepada partai politik kembali mencuat di tengah wacana penguatan kelembagaan dan perbaikan demokrasi.
Namun, gagasan ini justru menuai kritik tajam dari Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow, yang menilai kebijakan tersebut berpotensi menambah masalah baru ketimbang menyelesaikan persoalan lama.
Menurut Jeirry, anggapan bahwa peningkatan dana bantuan negara otomatis akan menekan praktik politik transaksional adalah asumsi yang lemah.
Ia mempertanyakan apakah dana hasil praktik tersebut benar-benar masuk ke kas partai, atau justru langsung mengalir ke elit partai politik.
Baca juga: Talaud dan Barito Masih Gugat ke MK, Jeirry Sumampow Minta PSU Tidak Jadi Siklus Tak Berujung
“Tanpa pembenahan sistem keuangan internal partai, penambahan dana negara justru berisiko memperbesar potensi penyalahgunaan,” tegas Jeirry dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis (22/5/2025).
Ia menyoroti lemahnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan dana partai selama ini.
Menurutnya, tanpa mekanisme pengawasan yang ketat, ruang untuk praktik transaksional akan tetap terbuka, bahkan mungkin kian marak meski bantuan negara ditambah.
Lebih lanjut, Jeirry juga mengkritisi argumen bahwa bantuan negara akan “mengurangi” politik transaksional.
“Politik transaksional adalah pelanggaran, bukan sesuatu yang bisa dikurangi seperti angka statistik. Jika masih ditoleransi, lalu berapa persen praktik ini yang dianggap wajar? 10 persen? 50 persen? Itu jelas keliru,” tambahnya.
Dalam kondisi fiskal negara yang sedang tertekan dan fokus pemerintah terhadap efisiensi belanja, ia menilai bahwa penambahan anggaran untuk partai politik tidak hanya tidak tepat, tapi juga bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“Prioritas anggaran seharusnya diarahkan ke sektor yang berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat. Di tengah krisis, partai politik juga semestinya menunjukkan empati terhadap kondisi keuangan negara,” ujarnya.
Jeirry juga meragukan klaim bahwa peningkatan bantuan dana akan mengurangi praktik korupsi di kalangan elit partai.
“Korupsi bukan soal kurang dana, tapi soal moralitas, integritas, dan lemahnya penegakan hukum. Tanpa pembenahan nilai, etika, dan sistem internal, penambahan dana hanya akan menjadi pelumas bagi mesin politik yang tidak akuntabel,” pungkasnya.
Ia menekankan bahwa yang lebih mendesak saat ini adalah reformasi tata kelola keuangan partai, transparansi, serta komitmen tegas terhadap pemberantasan korupsi, bukan sekadar menambah dana bantuan yang belum tentu menyelesaikan akar persoalan.(*)
Be the first to comment