Tolak Wacana Pilkada Dikembalikan ke DPRD: Demokrasi Terancam, Oligarki Menguat!

Komite Pemilih Indonesia (TePI)
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow

IndonesiaVoice.com – Sebuah ancaman serius sedang membayangi sendi-sendi demokrasi Indonesia. Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) menabuh genderang perang terhadap wacana berbahaya yang didukung Presiden Prabowo Subianto yaitu mengembalikan Pilkada ke DPRD.

Ini bukan sekadar perubahan teknis, melainkan sebuah manuver politik yang berpotensi mematikan partisipasi publik dan mengubur mimpi reformasi.

Argumentasi tentang efisiensi biaya dan pencegahan polarisasi hanyalah kamuflase, sebuah ilusi yang menutupi niat sebenarnya yaitu mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan membuka pintu lebar-lebar bagi kekuasaan oligarki.


Baca juga: Patambor Jakarta Timur Bersatu, Jadi Barometer Persatuan Pomparan Manurung se-Indonesia

TePI Indonesia melihat langkah ini sebagai upaya mencampakkan Putusan MK Nomor 135/2024 yang tegas memisahkan pemilu nasional dan pemilu lokal.

Ini adalah pengkhianatan terhadap konstitusi. Argumen efisiensi biaya yang digaungkan pemerintah adalah lelucon yang tak berdasar.

Jeirry Sumampow, Koordinator TePI Indonesia, mengingatkan bahwa politik uang tidak akan hilang, melainkan hanya bergeser.

“Setiap suara anggota DPRD akan menjadi komoditas transaksi politik yang mahal dan sulit diawasi,” tegasnya.


Baca juga: Panggilan Iman Serukan Tutup TPL: Doa, Hukum, dan Ekonomi Menyatu untuk Danau Toba yang Luka

Uang yang seharusnya mengalir secara massal ke masyarakat, kini akan terpusat di tangan segelintir elit, menciptakan sarang baru bagi korupsi yang lebih tersembunyi.

Sistem ini, jika disahkan, akan memutus ikatan suci antara pemimpin dan rakyat. Kepala daerah yang dipilih oleh DPRD tidak lagi berutang budi pada masyarakat, melainkan pada fraksi dan elit partai yang mengatrolnya ke kursi kekuasaan.

Akibatnya, akuntabilitas publik akan lumpuh. Rakyat akan kehilangan mekanisme paling fundamental untuk menghukum atau memberi apresiasi kepada pemimpin mereka yaitu kotak suara.


Baca juga: Rentetan Kapal Tenggelam, Capt. Anthon Sihombing Minta Presiden Prabowo Evaluasi Dirjen Hubla Kemenhub

Ini adalah surga bagi para oligarki politik. Keputusan strategis tentang siapa yang akan memimpin sebuah daerah akan ditentukan dalam ruang-ruang tertutup, jauh dari mata publik.

Sistem ini akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang tidak representatif, hanya melayani kepentingan segelintir kelompok, dan bukan suara mayoritas.

Mengapa kita harus kembali ke sistem yang sudah terbukti gagal, penuh KKN, dan minim transparansi?


Baca juga: Audiensi dengan Bappenas, Ketum DPP PPPT JS Simatupang: Ada Celah Pemekaran Daerah dalam RPJMN Prabowo-Gibran

TePI Indonesia menyerukan perlawanan. Mereka mendesak seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, dan partai politik yang masih memiliki hati nurani demokrasi untuk bersatu.

Ini adalah momentum krusial. Demokrasi kita sedang diuji. Apakah kita akan membiarkan kedaulatan rakyat dibajak demi kepentingan elit sesaat, ataukah kita akan bangkit dan mempertahankan hak fundamental kita untuk menentukan nasib sendiri? Pilihan ada di tangan kita.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*