JAKARTA, IndonesiaVoice.com – Jaringan Pemerhati Industri dan Perdagangan (JPIP) mengapresiasi terobosan pemerintah mengeluarkan PP No.9 Tahun 2018 dimana kewenangan garam konsumsi yang diproduksi oleh para petani garam ditangani Kementerian Perikanan dan Kelautan, sedangkan kebutuhan garam industri ditangani Kementerian Perindustrian.
Kendati begitu, menurut Ketua Penelitian dan Pengembangan DPP JPIP, Heroe Wiedjatmiko, munculnya PP No.9 Tahun 2018 di tahun politik ini, ternyata menimbulkan beberapa isu yang meresahkan masyarakat terutama para petani garam pelaku usaha garam, asosiasi terkait dan industri pengguna garam. Isu seksi ini ‘digoreng’ sedemikian rupa oleh beberapa oknum untuk kepentingan politik mereka.
“Isu pertama yang dimunculkan bahwa impor garam industri menghancurkan petani garam lokal. Isu kedua bahwa ada mafia dalam impor garam. Kedua isu inilah yang ‘digoreng’,” urai Heroe dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat, (13/4).
Heroe membeberkan tahun lalu memang telah terjadi penyelewengan garam industri yang dipakai untuk garam konsumsi yang dilakukan oleh Direktur Utama PT Garam.
Berawal dari kondisi tahun lalu dimana terjadi paceklik untuk garam konsumsi. PT Garam diizinkan untuk impor garam konsumsi. Namun, PT Garam justru impor garam industri (harga Rp.500 per Kg) yang kemudian spesifikasi paketnya diubah menjadi garam konsumsi (harga Rp. 2000 s/d 2500 per Kg) dengan cap ‘Made Indonesia’ lalu dijual kepada masyarakat.
“Itu jelas-jelas menghancurkan harga garam khususnya bagi petani garam lokal,” tandas dia.
Be the first to comment