Mungkinkah Ormas Jadi Ormas Medsos?
Oleh: Djalan Sihombing
AKHIR-AKHIR ini banyak organisasi kemasyarakatan (ormas) bermunculan. Ormas banyak bermunculan dan didirikan kelompok-kelompok masyarakat tidak lepas dari pengaruh media sosial yang ada saat ini.
Ada yang didirikan berdasarkan kedekatan kekeluargaan/kekerabatan, kewilayahan atau tempat tinggal, asal-usul/marga, kelompok umur/sekolah, kesenangan/minat, profesi, kesukuan bahkan banyak yang berskala nasional, dan lain-lain.
Mengenai Ormas diatur dalam UU 16 tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang.
Pada umumnya, setiap mendirikan organisasi tentu mempunyai tujuan, ada visi dan misi yang ingin dicapai ke depan. Visi dan misinya pasti mulia dan sangat bagus untuk kepentingan anggota maupun masyarakat lainnya.
Kenyataannya, mendirikan organisasi itu lebih mudah daripada menjalankannya. Menjalankan roda organisasinya yang banyak masalah. Mendirikan bisa dengan beberapa orang dan biaya membuat Anggaran Dasar atau mengurus akta notaris dan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM RI pun tidak begitu besar. Tidak perlu sebulan, ormas sudah bisa berdiri. Untuk bertahan lama dan berjalan konsisten yang sulit.
Baca juga : Negara Hadir Untuk Penyandang Disabilitas
Dalam perjalanannya, banyak persoalan-persoalan yang timbul dalam ormas, baik karena keuangan dan kepengurusan. Kedua persoalan inilah yang paling banyak masalah dalam menjalankan roda organisasi.
Bahkan organisasi bidang kerohanian pun, kadangkala tidak lepas dari kedua masalah tersebut. Dari mana sumber keuangannya? Kemana uang itu dipakai? Apakah digunakan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga atau Peraturan Organisasi yang bersangkutan?
Yang tidak kalah peliknya, adalah masalah kepengurusan. Ada juga yang mau berebut menjadi pengurus. Saling menjelekkan dan menjatuhkan. Terjadi gontok-gontokan dan menyingkirkan orang yang tidak disukai. Padahal, setelah jadi pengurus, tidak banyak yang bisa diperbuat.
Masalah kepengurusan ini juga bisa sangat serius. Jangan jadi pengurus yang diurus (unang gabe pengurus siuruson), demikian Edison Sibuea (komedian) pernah memberi kata sambutan dalam suatu kegiatan organisasi. Betul juga, banyak organisasi yang sibuk mengurusi persoalan pengurus. Bahkan permasalahan kepengurusan berujung di pengadilan.
Baca juga: Ubah Kebijakan Privasi, Kominfo Minta Platform WA dan FB Terapkan Pelindungan Data Pribadi
Bagaimana dengan Ormas Medsos?
Pada saat pandemi covid-19, banyak organisasi yang tidak banyak melaksanakan kegiatan sesuai visi dan misinya. Bahkan Munas, Rakernas, Kongres, Musda, Muscab, dan lain-lain dilaksanakan on line. Baik organisasi profesi atau ormas sudah banyak melaksanakan rapat-rapat secara on line. Itu wajar pada saat pandemi.
Mungkinkah nanti ormas jadi ormas medsos?
Ormas medsos, dimana roda organisasi dijalankan hanya melalui medsos. Tidak ada kegiatan tatap muka lagi. Tanpa ada perbuatan yang nyata ke dalam atau ke luar organisasi tersebut.
Persoalan ini menarik. Dalam diskusi melalui WA dengan teman-teman, hal ini bisa saja terjadi. Hanya dengan banyak bicara (omong doang), foto sana foto sini, kirim sana dan kirim sini. Beritakan di media on line, share sebanyak mungkin. Padahal tidak mendarat dan tidak berbuat ke anggota atau masyarakat sasaran ormas itu.
Baca juga: Kasus Korupsi Bansos, Dr John Palinggi: Dibalik Kemensos, Pasti Ada Orang Sangat Berpengaruh
Perlu dikaji ulang, sesungguhnya apa pemikiran para pendiri mendirikan organisasi. Apa visi dan misi yang sangat mendalam sehingga organisasi itu didirikan. Itu penting. Itu roh atau marwah organisasi.
Banyak organisasi muncul dan timbul tenggelam karena persoalan keuangan dan kepengurusan tadi. Bahkan bisa terjadi, organisasi seolah-olah ditentukan oleh satu orang atau beberapa orang saja. Terjadi personifikasi organisasi. Bukan lagi melaksanakan sesuai visi dan misi yang dikandung di Anggaran Dasar. Ini menjadi masalah ke depan. Kalau begini, akan memunculkan banyak ormas-ormas medsos.
Agar organisasi tetap jaya dan mendapat perhatian serta dicintai banyak orang, tentu harus kembali kepada visi dan misi organisasi itu. Kembali ke roh organisasi yang bersangkutan.
Kebersamaan pengurus dituntut dalam ormas, terutama ormas yang bersifat sosial. Membesarkan organisasi lebih penting daripada membesarkan nama pengurus atau diri sendiri.
Bila hanya membesarkan nama pengurus, cepat atau lambat akan ditinggalkan. Visi yang jauh ke depan merupakan cita-cita luhur pendiri organisasi itu. Itu yang perlu dilaksanakan.
Baca juga: Gelar Rakernas III, PIKI: Intoleransi Alami Peningkatan
Pengurus menjadi nakhoda mau ke mana organisasi dibawa. Tentu pengurus harus tunduk pada Anggaran Dasar yang di dalamnya ada visi dan misi agar organisasi bisa bertahan lama dan bukan menjadi ormas medsos.
Menatap ke depan dengan cepatnya perkembangan teknologi komunikasi permasalahan ini perlu di antisipasi agar tidak menjadi masalah ke depan. Karena bisa saja akan bermunculan ormas-ormas medsos.
Organisasi adalah suatu kebutuhan di tengah masyarakat akan tetapi harus aktif dan berperan di tengah masyarakat sesuai dengan visi dan misinya tidak sebaliknya menjadi beban bagi masyarakat dan pemerintah.
Untuk itu perlu ada penataan dan pengawasan terhadap ormas baik administratif termasuk operasionalnya.
Penataan dan pengawasan tersebut hendaknya menjadi tanggung jawab dan kewajiban instansi yang menaungi ormas tersebut sehingga dapat diketahui berapa, mengapa dan bagaimana ormas-ormas tersebut dalam kiprahnya di tengah masyarakat, guna dapat didorong untuk mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan.
Baca juga: GAMKI DAN KNPI, HARMONIS MEMBANTU PONDOK PESANTREN DAN GEREJA DI PROVINSI BANTEN
Organisasi ke depan dituntut inklusif
Ormas yang bersifat eksklusif, berdiri berdasarkan faktor-faktor primordial di zaman ini dituntut dapat menyumbang kebersamaan dalam masyarakat yang lebih luas di luar dirinya.
Realitas dunia sekarang dan di masa depan mengharuskan masyarakat inklusif. Masyarakat yang di dalamnya ada warga yang sadar bahwa banyak persoalan bersama yang dihadapi hanya mungkin diatasi secara bersama-sama. Di sini, kita diuji menjadi masyarakat inklusif berdasarkan Pancasila.
(Penulis adalah Advokat dan Pegiat Organisasi)
Be the first to comment