Masyarakat Peduli Demokrasi Yapen Tuntut Bawaslu Batalkan Paslon Bupati Yapen Petahana

Masyarakat Spontanitas Peduli Demokrasi Kabupaten Kepulauan Yapen (MSPDKY) 2017 menyuarakan aspirasi dengan mempertanyakan kinerja Bawaslu Papua, Sentra Gakumdu Papua, Kejaksaan Serui, dan Pengadilan Senui serta Keputusan Mahkamah Konstusi (MK) RI yang tidak berprinsip pada fakta keadilan dan kebenaran.

“Kami menilai adanya indikasi proses hukum yang telah membelokkan prinsip kebenaran fakta hukum, tidak adil dalam menegakkan keadilan dan kebenaran,” tegas Zack Rumpedai, mewakili MSPDKY, dalam siaran persnya.

“MK sebagai institusi hukum yang paling terhormat tidak adil dalam menerapkan Peraturan Mahkamah Konstitusi RI No. 1 Tahun 2016 Pasal 158 terkait kewenangan MK yang semestinya hanya mengadili selisih hasil,” tambah Zack.


Menurut Zack, dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi RI No. 52 tanggal 26 April 2017, MK mengesampingkan pasal 158 dan mengadili seluruhnya pelanggaran.

“Sementara fakta hukum pada amar putusan 56 dan 57, tanggal 31 Agustus 2017, justru dengan mudah MK menerapkan pasal 158 dan mengabaikan rekomendasi Bawaslu dan surat keputusan KPU (Komisi Pemilihan Umum). Disini sesungguhnya MK telah melanggar ketentuan Pasal 158 sendiri,” beber dia.

Zack menyampaikan MSPDKY menilai MK, yang merupakan lembaga tinggi negara dan merupakan benteng akhir perjuangan RI sebagai institusi hukum yang paling terhormat, tidak adil dalam menerapkan keadilan dalam gugatan Pilkada tidak konsisten dalam keputusannya.


Selain itu, lanjut dia, kasus pelanggaran pikada pada pemillhan suara ulang (PSU) Yapen yang telah masuk tahap sidik, berdasarkan laporan dan temuan terbukti 48 laporan ke Bawaslu Papua dan sentra Gakumdu.

Menurut Zack, dari pernyataan Pihak Bawaslu Papua untuk Pilkada Yapen, Yacop Paisei SH, MH, bahwa sembilan kasus tindak pidana sudah dilimpahkan ke kepolisian dan diteruskan untuk dibawa ke pengadilan.

Informasi tersebut juga disampaikan oleh perwakilan penyidik sentra Gakumdu Polda Papua, Iptu J Limbong SH, dan diakui oleh Ketua Panwas Kepulauan, Yapen Rahma Jalali.


“Pertanyaannya, sampai dimana proses-proses hukum terkait pelanggaran pidana dan administrasi pada pikada yang hingga saat ini masih ditutupi?” tegas dia.

Terlebih lagi, Zack memaparkan dari sembilan kasus tindak pidana pilkada, terbukti keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) yaitu Wilem Saman Bonai (Kadis Parwisata Yapen), Niko imbiri (Kadis Pemuda dan Olah raga), dan Marthen Semboari (Kepala SMK N1 Kainui), dan Frans Sanadi (mantan wakil bupat Yapen) serta pejabat negara (Anggota DPRD Yapen), Jufri Sambara.

“Selama proses hukum ini yang ditanyakan dokumen pelanggaran dua pejabat ASN dan satu mantan Wakil Bupati Frans Sanadi tidak diterima oleh kejaksaan dan pengadilan sehingga dugaan kami dokumen tersebut dengan sengaja telah dihilangkan,” terang dia.


Bagian lain, ujar Zack, putusan pengadilan terkait pelanggaran pilkada sangat tidak adil sebab kasus tersangka yang berasal dari masyarakat diputuskan dengan sangat berat sedangkan pejabat negara dan pejabat ASN diputuskan dengan sangat ringan dan dihilangkan dokumennya.

“Oleh sebab itu, kami minta agar hukum harus ditegakkan,” tegas dia.

Lebih jauh Zack mengutarakan, kasus lain terkait pelanggaran pelantikan pejabat yang diatur dalam UU No.10 Tahun 2016 Pasal 71 ayat 2 berbunyi: “Gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota dilarang melakukan pergantian pejabat sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampal dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.”


Juga, ayat 5 berbunyi: “Dalam hal gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, walikota dan wakil walikota selaku petahana yang telah melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.”

Sebab itu, lanjut Zack, berkenaan mutasi pejabat yang dilakukan Calon Bupati dan Wakil Bupati Petahana, Toni Tesar dan Frans Sanadi, yang telah melantik pejabat eselon II pada tanggal 11 Agustus 2017 dimana terjadi pergantian Pejabat Kadis Perhubungan atas nama Yohanis Wainggai SH, kepada Klemens Mambarasar SH, di Ruang Sekretariat Daerah Yapen dan pada tanggal 28 Agustus 2017 di Gedung Silas Papare Serui, serta pejabat eselon III dan IV pada tanggal 6 dan 7 September 2017 di Gedung Silas Papare Serui, maka pelantikan itu sebenarnya masih dalam tenggang waktu yang dilarang dalam pasal 71.

“Berdasarkan fakta hukum, bupati dan wakil bupati petahana telah melanggar UU No. 10 Tahun 2016, Pasal 71, ayat 2 dan 5, maka kami masyarakat spontanitas demokrasi menuntut kepada negara melalui Bawastu RI untuk menegakkan hukum dengan membatalkan sebagai calon bupati dan wakil bupati,” tandas dia.


Sampai saat ini, Masyarakat Spontanitas Peduli Demokrasi Kabupaten Kepulauan Yapen (MSPDKY) 2017 telah melaporkan tuntutan mereka, antara lain, kepada Presiden RI, Menkopolhukam, Mendagri, Kapolri, Kejagung, KPU Bawaslu dan Ketua DKPP.

(VIC)

 

 

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan