
Jakarta, IndonesiaVoice.com – Perjalanan hukum Prof. Dr. Marthen Napang, S.H., M.H., (67), Dosen yang terjerat kasus penipuan dengan modus “jasa pengurusan perkara” palsu di Mahkamah Agung (MA), berakhir hari ini.
Setelah permohonan kasasi yang diajukannya ditolak oleh MA, ia dieksekusi dan dijebloskan ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Salemba, Jakarta, pada Senin (10/11/2025).
Eksekusi ini menjadi babak akhir dari sebuah kasus yang mengungkap dugaan praktik mafia peradilan dengan melibatkan nama-nama fiktif di lingkungan peradilan tertinggi.
Akhir Dosen di Balik Jeruji Salemba
Sekitar pukul 15.50 WIB, sosok Marthen Napang terlihat turun dari mobil tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Pria kelahiran Makassar ini, yang dikenal memiliki rekam jejak akademik cemerlang, kini tampil dengan tangan terborgol.
Ia tampak menunduk saat melangkah menuju pintu masuk Rutan Salemba, hanya ditemani dua tas goodie bag berwarna merah yang ia pegang.
Penolakannya terhadap putusan kasasi, yang juga diajukan oleh Penuntut Umum, kini menguatkan vonis pidana penjara 3 (tiga) tahun yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta.
Marthen terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penipuan (melanggar Pasal 378 KUHP).
Modus Operandi: Memperdaya dengan Putusan Palsu
Kasus yang menjerat Marthen Napang berpusat pada penipuan terhadap Saksi Korban Dr. John N Palinggi, MM, MBA, yang mengalami kerugian hingga Rp950.000.000,00 (sembilan ratus lima puluh juta rupiah).
Modus operandi yang terungkap dalam fakta persidangan putusan MA Nomor 1394 K/Pid/2025 ini sangat terstruktur:
- Akses Palsu MA: Marthen meyakinkan John Palinggi bahwa ia memiliki akses kuat ke Mahkamah Agung dan mengklaim telah sukses menangani banyak perkara.
- Dokumen Fiktif: Untuk memperkuat aksinya, Marthen menunjukkan dan menyerahkan empat putusan palsu kepada Saksi John Palinggi. Konfirmasi resmi dari MA menyatakan dokumen tersebut tidak sesuai dengan putusan resmi.
- Transfer Dana: Marthen menggerakkan korban untuk mentransfer uang dengan total Rp850 juta dengan alasan “menyelesaikan perkara peninjauan kembali”. Bahkan, ia mengirimkan putusan palsu dengan amar “Kabul PK” melalui email pribadinya marthennapang@gmail.com kepada korban.
- Alibi Palsu Dosen: Marthen berdalih saat itu sedang berada di Makassar. Namun, bukti manifest penerbangan dari Lion Group dan Garuda Indonesia membuktikan bahwa pada tanggal kritis 12 Juni 2017, ia berada di Jakarta.
Majelis Hakim Agung menyimpulkan bahwa perbuatan Marthen lebih tepat dipandang sebagai tipu muslihat dibandingkan penggunaan surat palsu, karena tujuannya jelas untuk menggerakkan korban agar menyerahkan sejumlah uang.
Tuntutan Kepastian Hukum dan Sanksi Akademik
Kuasa hukum John Palinggi, Iqbal, menyambut baik eksekusi ini.
“Dengan terlaksananya eksekusi ini, maka terwujudlah kepastian hukum bagi Terpidana dan juga bagi Korban Dr. John N Palinggi, MM, MBA,” ujar Iqbal.
Iqbal juga mendesak agar Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, tempat Marthen Napang berprofesi sebagai dosen dan Guru Besar Hukum Unhas, segera mengambil tindakan.
“Kami berharap Rektor Unhas Makassar untuk memberi sanksi sesuai ketentuan akademi yang berlaku atas perbuatan terpidana yang mencoreng dunia pendidikan,” tambahnya, merujuk pada latar belakang Marthen sebagai akademisi yang seharusnya menjunjung tinggi integritas.
Penolakan kasasi oleh MA telah menutup pintu bagi Marthen Napang. Ia kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di balik jeruji besi Rutan Salemba.(*)
#MarthenNapang #RutanSalemba #DosenUnhas #ProfesorPenipuan #KasasiDitolak #Inkracht #HukumIndonesia

Be the first to comment