
Jakarta, IndonesiaVoice.com – Eksekusi Prof. Dr. Marthen Napang (67) ke Rutan Salemba pada Senin (10/11/2025) tidak hanya mengakhiri drama hukumnya, tetapi juga membuka babak baru terkait nasib karier dan status kepegawaiannya sebagai Guru Besar di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Tuntutan dari kuasa hukum korban, Dr. John Palinggi, M.M., M.B.A., yang meminta Rektor Unhas menjatuhkan sanksi akademik seberat-beratnya, kini memiliki dasar hukum yang sangat kuat, merujuk pada regulasi disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Kode Etik Dosen.
Ancaman Hukuman Disiplin Terberat: Pemecatan dari PNS
Marthen Napang, yang tercatat sebagai Dosen, memiliki status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sanksi kepegawaiannya diatur tegas dalam peraturan pemerintah, terutama menyangkut PNS yang terjerat tindak pidana.
Penelusuran media ini, dasar hukum utama yang berlaku adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Dalam kasus Marthen Napang, di mana ia dijatuhi pidana penjara tiga tahun dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), ia terancam sanksi disiplin berat, yaitu:
- Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH): Berdasarkan ketentuan kepegawaian, seorang PNS yang dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman penjara paling singkat 2 (dua) tahun, wajib dikenakan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat.
- Dampak Status Dosen: Sebagai dosen fungsional dengan gelar akademik Profesor, sanksi PTDH akan secara otomatis mencabut statusnya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berimplikasi pada hilangnya hak pensiun dan statusnya sebagai Dosen tetap.
Kode Etik Unhas: Gelar Profesor Bisa Dicabut
Selain sanksi kepegawaian dari pemerintah pusat (melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi), Universitas Hasanuddin juga memiliki mekanisme sanksi akademik melalui Kode Etik Dosen.
Penelusuran media ini menemukan bahwa Kode Etik Dosen Unhas (berdasarkan Peraturan Senat Akademik), memuat daftar sanksi berat yang dapat dikenakan kepada dosen yang melanggar integritas, termasuk pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan atau tindakan yang merugikan nama baik institusi dan masyarakat.
Kategori Sanksi Berat dalam kode etik tersebut meliputi:
- Pencabutan Hak Sebagai Dosen: Terpidana dilarang melaksanakan seluruh Tri Dharma Perguruan Tinggi (pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat).
- Pencabutan Gelar Guru Besar: Ini merupakan sanksi akademik tertinggi, di mana gelar kehormatan “Profesor” yang melekat pada nama Marthen Napang dapat ditarik kembali karena terbukti melakukan tindak penipuan yang melibatkan nama baik institusi peradilan.
- Pemecatan sebagai PNS: Sanksi ini sejalan dengan PP 94/2021 dan menjadi rekomendasi dari Senat Akademik kepada Rektor untuk diteruskan ke kementerian.
Desakan dari pihak korban, yang menginginkan Rektor Unhas memberi sanksi sesuai ketentuan akademik, sangat beralasan dan kini bola panas nasib Marthen Napang berada di tangan otoritas kampus Unhas dan Kemendikbudristek.
Keputusan Rektor Unhas akan menjadi penegasan komitmen kampus dalam menjaga integritas akademik, sejalan dengan peringatan keras yang diberikan kepada akademisi lain dalam kasus-kasus pelanggaran kode etik di masa lalu.(*)
(Dari Berbagai Sumber)

Be the first to comment