IndonesiaVoice.com | Dalam rangka Dies Natalis ke-6, Program Studi Magister Arsitektur Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI) menyelenggarakan Kuliah Umum “Menuju Arsitektur Perkotaan yang Berkelanjutan” yang dilaksanakan secara hybrid di Aula Pascasarjana UKI, Jakarta, Sabtu (10/12/2022).
Hadir sebagai pembicara adalah Prof. Dr.-Ing. Ir. Uras Siahaan, lic. rer.reg., Prof. Dr. Ir. James E.D. Rilatupa, M.Si, Prof. Dr.-Ing. Ir. Sri Pare Eni, lic. rer. reg, Prof. Dr. Ir. Charles O.P. Marpaung, M.S., Dr. Ramos P. Pasaribu, S.T., M.T, Dr. Yophie Septiady, S.T., M.Si. Berbicara sebagai Keynote Speech adalah Prof. (R) Dr. Ir. Arief Sabaruddin, CES, sebagai Peneliti Utama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (Kementerian PUPR).
“Arsitektur esensinya bukanlah membangun gedung, tetapi membangun manusia, sosial manusia dan ekonomi manusia. Menjadi pertanyaan selanjutnya adalah mampukah gedung mengubah perilaku manusia? karena tujuannya utamanya adalah perubahan perilaku manusia melalui arsitektur. Prinsipnya, arsitektur harusnya bisa mengubah perilaku. Kegagalan sustainable development, itu bukanlah gagal dalam rancang bangunnya, tapi gagal mengubah perilaku manusianya,” kata Arief Sabaruddin dalam pembukaan kuliah umum tersebut.
Baca juga: Komisi Informasi DKI Goes To Campus UKI Gelar Seminar Pentingnya Transparansi Informasi Publik
Arief juga menggarisbawahi, arsitektur perumahan berkelanjutan memiliki makna yang jauh dari sekedar arsitektur hijau yang dikenal selama ini.
“Arsitektur berkelanjutan tidak sebatas perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan melalui desain dan rancang bangunan bangunan gedung, akan tetapi arsitektur berkelanjutan adalah juga masuk pada perubahan habit, perubahan perilaku dari pengguna bangunan secara struktural,” jelasnya.
“Perubahan budaya dibentuk oleh desain bangunan, dengan kata lain desain bangunan mampu mengubah perilaku penggunanya,” imbuh dia.
Sementara Ketua Prodi (Kaprodi) Magister Arsitektur UKI, Dr. Ramos P Pasaribu ST., MT yang membawakan materi “Penerapan Nilai-nilai Kearifan Lokal Nusantara dalam Arsitektur untuk Mengatasi Kekacauan Dunia akibat Perubahan Iklim”, menyodorkan gagasan nilai-nilai kearifan lokal nusantara sebagai warisan asli bangsa dapat menjadi solusi atas setiap kekacauan dunia yang diakibatkan perubahan iklim.
“Kebutuhan hidup manusia untuk bertahan hidup sangat dipengaruhi oleh keseimbangan dari bumi untuk dapat memberikan kebutuhan manusia itu. Untuk itulah kita perlu mencari nilai nilai dasar perilaku manusia dan diterapkan agar terbentuk kesadaran manusia dalam memelihara serta memanfaatkan alam saat terjadinya kekacauan bumi dapat muncul,” ujarnya.
Ramos juga memaparkan suatu fakta, dalam mewujudkan kemampuan bumi untuk menyediakan kecukupan kebutuhan manusia untuk bertahan hidup sangat tidak mudah. Selain itu kekacauan bumi akibat perubahan iklim semakin mengancam keberlangsungan kehidupan manusia, seperti kekurangan air minum, laut sekarat, dan udara yang tak layak dihirup.
“Hubungan antar perilaku manusia dan alam lingkungannya haruslah harmonis. Kekacauan bumi akibat perubahan iklim, perlu dicarikan penyebab utama dan intervensi dari manusia untuk menggali dan mencari nilai-nilai sehingga mendapatkan kesadaran yang baru,” bebernya.
Baca juga: Berbagi Takjil di Bulan Ramadhan, Ketua IKAFAH UKI 2000: UKI Ada Untuk Sesama
Beberapa tindakan individu untuk membatasi perubahan iklim, dinilai Ramos sangat wajib dilakukan sebagai bentuk kesadaran diri dan dimulai dari diri sendiri.
Beberapa tindakan ini adalah hemat energi di rumah, jalan kaki, bersepeda atau naik transportasi umum, perbanyak makan sayur, pertimbangkan perjalanan anda, buang lebih sedikit makanan, mengurangi dan menggunakan kembali, juga perbaiki dan daur ulang, lalu dengan mengubah sumber energi rumah, beralih ke kendaraan listrik, hingga pilih produk yang ramah lingkungan.
Menutup materinya, Ramos mengatakan kekacauan dunia akibat perubahan iklim merupakan wujud dari proses dehumanisasi.
“Ini wajib untuk dimaknai dengan serius oleh manusia. Kearifan lokal nusantara sebagai wujud intervensi manusia melalui nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat yang terbentuk secara turun temurun ratusan tahun lamanya untuk kontrol terhadap alam dan lingkungan, diharapkan dapat mengurangi proses dehumanisasi itu. Kearifan lokal sebagai warisan pendahulu kita, terbukti dapat menjaga keseimbangan alam dan melestarikan lingkungan,” tandasnya.(*)
(VIC)
Be the first to comment