Kejanggalan Pengadaan Barang Jasa ditengah Pandemi COVID-19

“Yang sering kami alami adalah ketika menjadi penawar terendah dengan pola sistem penawaran terendah, tetapi kenapa dikalahkan. Jadi, pernah ada tender dimana kami menjadi penawar terendah dengan selisih 10 Milyar. Kalau sebetulnya pemerintah bijak berpikir, lebih baik selisih 10 Milyar itu disalurkan untuk anggaran Pandemi Covid-19 ini, misalnya. Itukan bisa terjadi kalau pemerintah bijak dan jujur. Tapi faktanya apa, kami sering dikalahkan,”

Kejanggalan Pengadaan Barang Jasa di tengah Pandemi COVID-19

IndonesiaVoice.com | Pengawasan sejumlah pengadaan barang dan jasa di tengah Pandemi Covid-19 menjadi begitu penting manakala baru-baru ini ada kasus yang melibatkan Andi Taufan Garuda Putra, Staf Khusus Milenial Presiden Jokowi.

Taufan membuat surat dengan kop Sekretariat Kabinet yang ditujukan kepada sebagian besar camat di Indonesia untuk mendukung pelaksanaan program Relawan Desa Lawan Covid-19 yang diinisiasi Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bersama PT Amartha Mikro Fintek (Amartha).

Baca Juga: IAAC: ANDI TAUFAN, Demi Integritas dan Spirit Milenial, MUNDURLAH!

Pemandangan ini ternyata masih jamak juga terjadi di beberapa institusi pemerintahan. Seperti dialami beberapa perusahaan yang ditangani Kuasa Hukum Rapen Sinaga, SH, MM. 


“Kami kuasa hukum beberapa perusahaan yang selalu terlibat dalam pengadaan barang dan jasa atau tender terbuka pada Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) yang dikelola oleh LPSE, juga acapkali temukan hal seperti itu,” kata Rapen Sinaga di Warung Tekko, Jakarta, Senin, 20 April 2020. 

“Kebetulan (klien) perusahaan yang kami pegang, banyak sekali mengikuti pelelangan di Kementerian Perhubungan. Kami lihat dan temukan ternyata di kementerian itu sendiri, meskipun dibilang adanya transparansi berdasarkan Peraturan Presiden No. 16 tahun 2018 dan segala turunan peraturannya, pada faktanya masih sering ditemukan kejanggalan,” tegas dia. 

Baca Juga: Rumah Aspirasi Milenial: Tidak Ada Yang Salah Dari Pembebasan Narapidana Karena Persoalan Covid-19

Menurut Rapen, ketika perusahaan yang ditanganinya mengajukan penawaran terendah (dengan pola sistem penawaran terendah) acapkali justru dikalahkan. 


“Yang sering kami alami adalah ketika menjadi penawar terendah dengan pola sistem penawaran terendah, tetapi kenapa dikalahkan. Jadi, pernah ada tender dimana kami menjadi penawar terendah dengan selisih 10 Milyar. Kalau sebetulnya pemerintah bijak berpikir, lebih baik selisih 10 Milyar itu disalurkan untuk anggaran Pandemi Covid-19 ini, misalnya. Itukan bisa terjadi kalau pemerintah bijak dan jujur. Tapi faktanya apa, kami sering dikalahkan,” imbuhnya. 

Rapen melanjutkan ketika menang tender, misalnya, ternyata surat penunjukan oleh pejabat pembuat komitmen pun diperlama. 

Baca Juga: Sah, Hakim Tolak Seluruh Permohonan Praperadilan Marthen Napang Terkait SP3 Pencemaran Nama Baik

“Seolah-olah ada indikasi bahwa kita ini sengaja ingin dikalahkan. Mungkin istilah di Medan itu mereka punya gaco-an yang mau dimenangkan,” beber dia. 


Kemudian, lanjut Rapen, guna mendapatkan keadilan, persoalan seperti ini  akhirnya diselesaikan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). 

“Ada sejumlah paket proyek tender, baik di Jakarta dan daerah lainnya, pada akhirnya kami gugat di PTUN. Ada fakta lagi ketika kita menang di Medan, misalnya proyek pengadaan Dermaga Muara. Kami sudah menang tender tapi kenapa Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) itu diperlambat. Bahkan faktanya kami disuruh mundur,” urai dia. 

Baca Juga: Soroti PON XX Papua, Aktivis Tio Sianipar: Diharapkan Tak Ada Gangguan Keamanan dan Bebas dari Perilaku Koruptif 

“Nah, ini kami sedang proses hukum juga. Kami akan laporkan karena bisa melanggar UU Tipikor dimana ada penyalahgunaan wewenang. Ini fakta yang harus kita awasi bersama, ketika ada perusahaan yang sudah menang, diperlambat, lalu disuruh mundur. Mungkin indikasinya gacoan-nya supaya masuk. Padahal sudah sangat jelas diatur dalam Perpres 16 Tahun 2018,” tambah dia. 


Rapen juga menyampaikan kejanggalan lainnya terkait dalam tahapan proses pengadaan barang/jasa. Dia mencontohkan adanya penguluran waktu pelaksanaan proses tender. 

“Seharusnya dari awal itu pokja sudah menyusun rencana kegiatan berdasarkan tanggal yang disusun. Tapi kenapa ini diperlambat. Bahkan diubah-ubah. Kalau mereka beralasan karena Pandemi Covid-19 ini harusnya dipercepat. Karena toh anggaranya sudah ada,” tegas dia.  

Baca Juga: RKUHP Jangan Diskriminasi Dan Dipakai Untuk Mengkriminalkan Perbedaan

Itulah, tambah Rapen, beberapa catatan terkait indikasi pengadaan barang dan jasa yang sangat berpotensi untuk terjadinya korupsi, suap, upeti, gratifikasi, dan kolusi. 


“Ini yang perlu jadi pengawasan kita bersama supaya keuangan negara itu juga sesuai peruntukkannya,” tandasnya.

(VIC)

Kejanggalan Pengadaan Barang Jasa di tengah Pandemi COVID-19

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan