IndonesiaVoice.com – Menjelang penayangan film Mariara pada November 2024, digelar peluncuran dan diskusi film tersebut yang diadakan di Gedung Pertunjukan Paguyuban Wayang Orang Bharata, Jakarta, Senin (30/9/2024).
Diskusi yang dipandu oleh Produser Film, Merdy Rumintjap ini menghadirkan sejumlah pembicara, diantaranya, Boy Worang, Tommy F Awuy, Benny E Matindas, Dr Audy Wuisang, dan Reiner Ointoe.
Sebuah Terobosan Budaya dari Minahasa
Benny E Matindas menilai Film Mariara adalah sebuah terobosan dari karya anak-anak muda Minahasa, yang mengangkat budaya lokal mereka ke layar lebar.
Menurutnya, film ini bukan sekadar film horor, tetapi juga cerminan dari kisah nyata dalam masyarakat Minahasa.
“Film ini mewakili jati diri masyarakat Minahasa. Saya berharap, kedepan lebih banyak lagi anak muda Minahasa yang mengangkat kearifan lokal dalam karya film,” ungkap Benny.
Lebih lanjut, Benny menyarankan agar Film Mariara dijadikan ruang diskusi publik yang lebih luas, tidak hanya di kalangan masyarakat Manado.
Menurutnya, Minahasa merupakan bagian dari suku di Indonesia yang turut membangun budaya bangsa.
Ia pun menyebut salah satu tokoh besar asal Minahasa, sastrawan almarhum Remy Sylado, sebagai bukti kontribusi besar Minahasa dalam dunia seni dan sastra Indonesia.
Pujian untuk Nilai-nilai Budaya dan Filsafat dalam Film
Hal senada disampaikan oleh Tommy F Awuy, yang mengapresiasi karya anak muda Minahasa ini. Menurut Tommy, Mariara sebaiknya tidak hanya ditonton, tetapi juga dijadikan ajang diskusi bagi generasi muda.
“Banyak nilai antropologi, sosial, budaya, dan filsafat yang tersirat dalam film ini. Diskusi-diskusi seperti ini penting untuk pencerahan berpikir,” ujar Tommy.
Ia pun mendorong agar film ini diikutsertakan dalam festival film internasional serta dijadikan bahan diskusi di universitas-universitas.
Film yang Selaras dengan Budaya dan Agama
Dari sudut pandang teologi, Dr Audy Wuisang menegaskan, kisah Mariara adalah bagian dari sejarah nyata masyarakat Minahasa sejak zaman leluhur.
Meski di masa lalu dinilai tabu karena bertentangan dengan ajaran agama yang berkembang di Sulawesi Utara, Audy memuji film ini karena berhasil mengangkat kearifan lokal Minahasa tanpa mendiskreditkan agama.
“Film ini meluruskan pemahaman tentang Mariara yang selama ini sudah dianggap tabu. Agama dan budaya harus selaras, bukan saling menjatuhkan,” jelas Audy.
Kebanggaan Diaspora Minahasa
Sebagai perantau asal Manado yang kini tinggal di Jawa Barat, Boy Worang turut menyambut baik kehadiran film Mariara. Ia berencana mengajak komunitas Manado di Jawa Barat untuk mendukung dan menonton film ini.
“Film Mariara adalah karya yang sangat orisinal dari putra-putri Manado. Proses pembuatannya sarat dengan pesan agama, budaya lokal, dan nilai kesederhanaan,” tuturnya dengan antusias.
Sutradara Mariara, Veldy Reynold, menjelaskan film ini bergenre horor thriller dengan sentuhan romansa.
“Film ini didominasi horor dan thriller, namun tetap ada sisi romantisnya. Ceritanya diangkat dari kisah urban legend Tanah Minahasa yang sebenarnya sering terjadi di sekitar kita, namun tabu untuk dibicarakan,” ungkap Veldy.
Ia juga mengungkapkan bahwa proses pembuatan film ini berlangsung selama lima tahun dan, tragisnya, tujuh kru film meninggal dunia selama produksi.
Namun, Veldy menegaskan, “Itu bukan tumbal. Jika film ini tidak diinginkan oleh Yang Maha Kuasa, pasti tidak akan selesai. Puji Tuhan, akhirnya film ini rampung.”
Sebagai produser eksekutif, Rika Callebaut juga menyatakan dukungannya terhadap Mariara.
“Film ini sangat berbeda dari yang lain. Ada pesan penting di dalamnya, yaitu untuk tetap percaya kepada Tuhan,” ujar Rika yang berperan besar di balik layar.
Aktor Leon Alexander, yang turut bermain dalam film ini, mengaku mengalami pengalaman mistis selama syuting.
“Pada minggu pertama, tepatnya hari ketiga, saya mengalami fenomena ‘ketindihan’ selama tiga malam berturut-turut. Bahkan, ada bisikan yang terus mengganggu pikiran saya, seperti mengatakan ‘buat apa syuting kayak gini’,” cerita Leon.
Sementara itu, Merdy Rumintjap menyampaikan bahwa film Mariara akan diputar secara internasional. Film ini dijadwalkan tayang di IFC Cinematic, Madison, New York, pada 25-30 Januari 2025, dan akan diputar di beberapa wilayah di Australia, Belanda, Inggris, Hongkong, Taiwan, dan Malaysia dengan dukungan komunitas diaspora Kawanua.
Sinopsis Film Mariara
Film Mariara mengisahkan tentang Desa Patemboan yang digemparkan oleh kematian kepala desa, Kumtua Sebina, setelah terpilih melalui pemilihan rakyat. Tubuh Sebina tiba-tiba membiru dan hangus seperti terbakar, diyakini akibat racun.
Pengadilan desa memutuskan untuk mengusir Marten Karengkom dari desa tersebut. Marten, bersama keluarganya, mengungsi ke kaki Gunung Soputan.
Kisah semakin mencekam dengan hadirnya Pendeta muda David, yang berniat membawa Marten kembali ke desa. Pendeta Edward, pemuka agama setempat, menentang keras keputusan ini.
Situasi menjadi semakin misterius ketika David terlibat dalam ritual pengorbanan bayi di sebuah gua di kaki Gunung Soputan.
Film Mariara tidak hanya menyuguhkan ketegangan, tetapi juga memuat elemen-elemen cerita yang terkait dengan kepercayaan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Minahasa.
Penonton dapat merasakan kedalaman cerita yang mengangkat urban legend lokal sekaligus memicu pertanyaan tentang tabu yang sering tersembunyi dalam kehidupan sehari-hari.
Film Mariara siap menghadirkan pengalaman horor yang berbeda bagi penonton Indonesia maupun internasional, sekaligus memperkenalkan kisah mistis dari tanah Minahasa ke panggung dunia.(*)
Be the first to comment