IndonesiaVoice.com | Opsi Lockdown terus gencar dihembuskan oleh beberapa kalangan dalam rangka mencegah penyebaran wabah virus corona (COVID-19). Apalagi jumlah yang terpapar COVID-19 setiap hari bertambah. Data per 30 Maret 2020, ada 1414 positif COVID-19, 75 sembuh dan 122 meninggal dunia dan tersebar di 31 provinsi di Indonesia.
Ketua Harian Badan Interaksi Sosial Masyarakat (BISMA), Dr John N Palinggi MM, MBA, menegaskan, “Lockdown itu tidak ada dalam istilah kita. Yang ada dalam Undang-Undang (UU) adalah istilah karantina wilayah yang diisolasi. Dan itu atas usul bupati, walikota, gubernur dan diteruskan ke Bapak Presiden dan timnya untuk dikaji apakah layak atau tidak.”
Baca Juga: Cegah Penyebaran Covid-19, Masyarakat Diminta Tunda Pulang Kampung
UU terkait karantina wilayah yang dimaksud adalah UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Definisi karantina wilayah ini tercantum dalam Pasal 1, yang menyebutkan, “Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah Pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.”
Lebih lanjut John yang juga Ketua Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor Indonesia (ARDIN) ini mengatakan jika karantina wilayah ini ingin diterapkan maka harus punya validitas data yang cukup.
Baca Juga: Penting! Ini Dia Pedoman Tenaga Medis dan Masyarakat Hadapi Penanganan COVID-19
“Tidak cukup hanya dari mulut ke mulut. Namun harus punya data yang perlu diverifikasi. Barulah dilakukan karantina wilayah dengan konsekuensi berkaitan dengan ekonomi dimana masyarakat akan susah cari makan. Dan hal itu mesti dipikirkan oleh Tim Ahli Bapak Presiden yang punya kualifikasi untuk memutuskan hal-hal darurat seperti ini,” ujar John Palinggi di Kantor Graha Mandiri, Jakarta, Minggu, 29 Maret 2020.
Lockdown Tidak Menguntungkan
Secara garis besar, pengertian Lockdown adalah situasi yang melarang warga untuk masuk ke suatu tempat karena kondisi darurat. Dimana negara akan menutup perbatasannya, agar tidak ada orang yang masuk atau keluar dari negaranya.
Menurut John, Lockdown tidak menguntungkan bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan.
“Lockdown di Indonesia sangat sulit karena negara kita terdiri dari kepulauan. Teritori kita bukan satu (daratan),” imbuh dia.
Baca Juga: Waspada, Orang Terinfeksi Virus COVID-19 Bisa Tidak Kelihatan Sakit
Ditambah lagi, lanjut John, jika di-lockdown kemudian ada agitasi atau perbedaan pendapat di kewilayahan itu maka akan bertambah sulit.
“Sedangkan kalau karantina wilayah itu tidak menutup sama sekali karena seluruh transportasi yang membawa bahan makanan, obat-obatan dan apapun kebutuhan masyarakat. masih tetap berlangsung. Tapi pergerakan orang dibatasi dengan tetap stay at home (berada di rumah),” urai dia.
John berharap semua elemen masyarakat saling mendukung dan menguatkan ditengah-tengah merebaknya wabah COVID-19.
Baca Juga: Menhan Serahkan Bantuan Tiongkok ke Gugus Tugas Covid–19
Bukan justru membuat kegaduhan seperti IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang semestinya berada di garda terdepan malah menghasut dengan mengancam mogok jika Alat Pelindung Diri (APD) tidak memadai bagi para tenaga medis.
“Jadi orang jangan ‘mancing-mancing’ seperti itu. Itu mengacaukan. Ada lagi IDI yang mengoreksi peralatan APD dianggap tidak memadai. Mestinya IDI yang mempersiapkan semua itu atas usul mereka. Bukan justru mengoreksi pemerintah. Dalam situasi seperti ini, mestinya tidak ada lagi ruang bagi kita untuk saling berbeda pendapat. Pun, kalau ada berbeda pendapat agar disampaikan secara simpatik. Mari kita ciptakan ruang saling mendukung, menguatkan, mengasihi dan bila perlu berkorban untuk hal ini,” pungkasnya.
Be the first to comment